Minggu, 04 September 2011

Fisiologi Siklus Seksual Wanita


Tahun-tahun reproduksi normal dari wanita ditandai dengan perubahan ritmis bulanan dari kecepatan sekresi hormon-hormon wanita dan juga perubahan pada ovarium serta organ-organ seksual. Pola ritmis ini disebut siklus seksual wanita (atau siklus mestruasi, walaupun kurang tepat). Durasi siklus rata-rata 28 hari. Terdapat dua hasil yang bermakna dari siklus seksual wanita. Pertama hanya satu ovum matang yang normalnya dikeluarkan dari ovarium setiap bulan, sehingga normalnya hanya ada satu janin yang dapat muali bertumbuh pada suatu waktu. Kedua endometrium uterus dipersiapkan untuk implantasi ovum yang telah dibuahi pada saat tertentu dalam bulan. Oleh karena itu siklus seksual wanita dibagi menjadi siklus ovarium dan siklus endometrium (Guyton, 1997).
       Selama beberapa hari pertama sesudah dimualinya menstruasi, konsentrasi FSH dan LH meningkat dari sedikit ke sedang, dimana peningkatan FSH sedikit lebih besar dan lebih awal beberapa hari dari LH. Hormon-hormon ini, khususnya FSH, dapat mempercepat pertumbuhan 6 sampai 12 folikel primer tiap bulan. Efek awalnya adalah proliferasi yang berlangsung cepat dari sel granulosa, menyebabkan lebih banyak lapisan sel-sel granulosa. Selain itu, banyak sel-sel berbentuk kumparan yang dihasilkan dari interstisium ovarium berkumpul dalam beberapa lapisan di luar sel granulosa, membentuk kelompok sel kedua yang disebut teka. Teka terbagi menjadi dua sublapisan: teka interna dan eksterna. Sesudah tahap awal massa sel granulosa akan mensekresi cairan folikuler yang mengandung estrogen. Pengumpulan ini mengakibatkan munculnya antrum. Sekali antrum terbentuk sel granulosa dan teka akan berproliferasi lebih cepat dan masing-masing folikel tumbuh menjadi folikel antral. Hal ini dirangsang oleh FSH. Kemudian folikel akan berkembang ke arah yang lebih besar yaitu folikel vesikular. Peningkatan pertumbuhan ini terjadi sebagai berikut : (1) Estrogen disekresikan ke dalam folikel dan menyebabkan sel-sel granulosa membentuk reseptor FSH yang banyak. (2) FSH dari hipofisis dan estrogen bergabung untuk memacu reseptor LH terhadap sel granulosa juga, sehingga membentuk peningkatan sekresi folikular yang cepat. (3) Peningkatan estrogen dan LH menyebabkan proliferasi sel teka dan sekresi folikular. Diameter ovum membesar empat kali lipat lagi. Setelah pertumbuhan selama satu minggu salah satu dari folikel mulai tumbuh melebihi semua folikel yang lain; sisanya akan berinvolusi (yang disebut atresia). Proses selanjutnya adalah ovulasi. Ovulasi pada wanita yang mempunyai siklus seksual normal 28 hari terjadi 14 hari sesudah menstruasi dimulai. Tidak berapa lama sebelum ovulasi, dinding luar folikel yang menonjol akan membengkak dengan cepat, dan daerah kecil pada bagian tengah kapsul folikular, yang disebut stigma, akan menonjol seperti puting. Dalam waktu 30 menit kemudian, cairan mulai mengalir dari folikel melalui stigma, dan sekitar 2 menit kemudian, stigma akan robek cukup besar, menyebabkan cairan yang lebih kental, yang menempati bagian tengah folikel, mengalami evaginasi keluar. Cairan kental ini membawa ovum bersamanya, yang dikelilingi oleh massa dari beberapa ratus sel granulosa kecil yang disebut korona radiata. LH diperlukan untuk pertumbuhan akhir folikel dan ovulasi. Tanpa hormon ini, walaupun ketika FSH tersedia dalam jumlah besar, folikel tidak akan berkembang ke tahap ovulasi. Sekitar 2 hari sebelum ovulasi (karena alasan yang masih belum dimengerti seluruhnya). Laju kecepatan sekresi LH oleh kelenjar hipofisis anterior meningkat dengan pesat, menjadi 6 sampai 10 kali lipat dan mencapai puncaknya 16 jam sebelum ovulasi. FSH juga meningkat kira-kira 2 sampai 3 kali lipat pada saat bersamaan, dan FSH dan LH akan bekerja secara sinergistik untuk mengakibatkan pembengkakan folikel yang berlangsung cepat selamaa beberapa hari sebelum ovulasi. LH juga mempunyai efek khusus terhadap sel granulosa dan sel teka, yang mengubah kedua jenis sel tersebut tertutama menjadi sel yang bersifat mensekresi progesteron. Oleh karena itu, kecepatan sekresi estrogen mulai menurun kira-kira 1 hari sebelum ovulasi, sementara sejumlah peningkatan progesteron mulai disekresikan. Pada lingkungan setempat terjadi (1) pertumbuhan folikel yang berlangsung cepat, (2) berkurangnya sekresi estrogen sesudah fase sekresi estrogen yang berlangsung lama, dan (3) dimulainya sekresi progesteron, terjadi ovulasi. Tanpa adanya lonjakan LH praovulasi, ovulasi tidak akan berlangsung (Guyton, 1997).
       Sekali lagi, pada permulaan ovulasi, terdapat peranan LH yang besar yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. LH tersebut menyebabkan sekresi hormon-hormon steroid folikular dengan cepat, yang mengandung progesteron. Dalam waktu beberapa jam akan berlangsung dua peristiwa, keduanya dibutuhkan untuk ovulasi: (1) teka eksterna (kapsul folikel) akan mengeluarkan atau melepaskan enzim proteolitik dari lisosom, dan enzim tersebut mengakibatkan pelarutan dinding kapsul folikular dan akibatnya yaitu melemahnya dinding, menyebabkan makin membengkaknya seluruh folikel dan degenerasi stigma. (2) Secara bersamaan juga akan terjadi pertumbuhan pembuluh darah baru yang berlangsung cepat ke dinding folikel, dan pada saat yang sama, prostaglandin (hormon setempat yang mengakibatkan vasodilatasi) akan disekresi ke dalam jaringan folikular. Kedua efek ini akan mengakibatkan transudasi plasma ke dalam folikel, yang berperan pada pembengkakan folikel. Akhirnya kombinasi antara pembengkakan folikel dan degenerasi stigma akan mengakibatkan pecahnya folikel disertai dengan pengeluaran ovum (Guyton , 1997).
       Keseluruhan fase di atas sampai pecahnya folikel, disebut dengan fase folikular siklus ovarium. Setelah fase folikular, siklus ovarium akan berlanjut pada siklus luteal, dalam siklus ini akan terjadi pembentukan korpus luteum.
Selama beberapa jam pertama sesudah ovum dikeluarkan dari folikel, sel-sel granulosa dan teka interna yang tersisa berubah dengan cepat menjadi sel lutein. Diameter sel ini membesar dua kali atau lebih dan terisi dengan inklusi lipid yang memberi tampilan kekuningan. Proses ini disebut dengan luteinisasi, dan seluruh massa dari sel bersama-sama disebut sebagai korpus luteum. Suplai vaskular yang berkembang dengan baik juga tumbuh ke dalam korpus luteum. Sel-sel granulosa dalam korpus luteum mengembangkan retikulum endoplasma halus intrasel yang luas, yang membentuk sejumlah besar hormon seks wanita progesteron dan estrogen (lebih banyak progesteron daripada estrogen). Sel-sel teka terutama lebih membentuk hormon androgen, androstenedion, dan testosteron daripada hormon seks wanita. Akan tetapi, sebagian besar dari hormon-hormon tersebut juga akan dikonversikan oleh sel-sel granulosa menjadi hormon seks wanita. Pada wanita normal, diameter korpus luteum tumbuh menjadi kira-kira 1,5 sentimeter. Tahap perkembangan ini dicapai dalam waktu 7 sampai 8 hari setelah ovulasi. Kemudian korpus luteum mulai berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningannya, dan sifat lipidnya dalam waktu kira-kira 12 hari setelah ovulasi, menjadi korpus albikans; selama beberapa minggu, korpus albikans akan digantikan oleh jaringan ikat dan dalam hitungan bulan akan diserap
(Guyton, 1997).
       Perubahan sel-sel granulosa dan sel teka menjadi sel lutein sangat bergantung pada LH yang disekresikan oleh kelenjar hipofisis anterior. Pada kenyataannya, fungsi inilah yang menyebabkan LH mendapat julukan “luteinisasi” untuk kekuningan. Luteinisasi juga bergantung pada pengeluaran ovum dari folikel. Sebuah hormon setempat yang masih belum diselidiki pada cairan folikel, yang disebut faktor penghambat luteinisasi, masih dimungkinkan memiliki fungsi menahan proses luteinisasi sampai sesudah ovulasi (Guyton, 1997).
       Korpus luteum adalah organ yang sangat sekretorik yang menyekresikan sejumlah besar progesteron dan estrogen. Sekali LH (terutama yang disekresi selama kebutuhan ovulasi) bekerja pada sel granulosa dan sel teka untuk meimbulkan luteinisasi, maka sel-sel lutein yang baru terbentuk mungkin diprogram untuk meneruskan tahapan yang sudah diatur, yaitu (1) proliferasi, (2) pembesaran, dan (3) sekresi, diikuti dengan (4) degenerasi. Semua itu terjadi dalam waktu 12 hari. Dan adanya hormon yang mirip dengan LH nantinya yang disebut dengan gonadotropik korionik (hCG), yang disekresi plasenta, dapat bekerja pada korpus luteum untuk memperpanjang kelangsunga hidupnya. Biasanya dipertahankan untuk sekurang-kurangnya 2 sampai 4 bulan pertama kehamilan (Guyton, 1997).
       Estrogen, khususnya dan progesteron, dalam jumlah lebih sedikit, yang disekresi oleh korpus luteum selama tahap luteal dari siklus ovarium, mempunyai efek umpan balik yang kuat terhadap kelenjar hipofisis anterior untuk mempertahankan kecepatan sekresi FSH maupun LH yang rendah. Selain itu, sel lutein juga menyekresi sejumlah kecil hormon nhibin, yang sama seperti inhibin yang disekresi oleh sel Sertoli dan testis pria. Hormon ini menghambat sekresi kelenjar hipofisis anterior, khususnya sekresi FSH. Konsentrasi FSH dan LH dalam darah yang rendah terjadi, dan hilangnya hormon ini akhirnya menyebabkan korpus luteum berdegenerasi secara menyeluruh, suatu proses yang disebut involusi korpus luteum. Involusi akhir biasanya terjadi pada hampir tepat 12 hari dari masa hidup korpus luteum, sekitar hari ke-26 dari siklus seksual wanita normal, 2 hari sebelum menstruasi dimulai. Pada saat ini, penghentian tiba-tiba sekresi estrogen, progesteron, dan inhibin dari korpus luteum akan menghilangkan umpan balik halangan dari kelenjar hipofisis anterior, memungkinkan kelenjar meningkatkan sekresi FSH dan LH kembali. FSH dan LH akan merangsang pertumbuhan folikel baru, memulai siklus ovarium yang baru. Terhentinya sekresi progesteron dan estrogen secara sementara pada waktu ini akan menyebabkan menstruasi oleh uterus (Guyton, 1997).
       Tahapan pada siklus endometrium antara lain: fase proliferasi (11 hari), sekretorik (12 hari), menstruasi (5 hari). Fase proliferasi terjadi sebelum ovulasi. Di bawah pengaruh estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak oleh ovarium selama bagian pertama siklus ovarium, sel-sel stroma dan dan epitel berproliferasi dengan cepat. Fase sekretorik terjadi setelah ovulasi. Pada puncak fase sekretorik, sekitar satu minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi lima sampai enam milimeter. Hal ini terjadi untuk menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar cadangan nutrien yang dapat membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum selama separuh akhir siklus bulanan. Kira-kira dua hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus luteum tiba-tiba berinvolusi dan hormon-hormon ovarium, estrogen dan progesteron, menurun dengan tajam sampai kadar sekresi yang rendah, kemudian terjadi menstruasi. Selama menstruasi normal, 40 mililiter darah dan tambahan 35 ml cairan serus dikeluarkan. Kadang-kadang leukore juga muncul selama menstruasi. Untuk menghentikan semua proses ini diperlukan suatu regulator. Dalam jumlah yang kecil estrogen mempunyai efek yang kuat dalam menghambat produksi LH dan FSH. Efek ini akan berlipat ganda jika ada progesteron. Selain itu masih ada satu hormon lain yaitu hormon inhibin, yang disekresikan bersama dengan hormon seks steroid oleh sel granulosa korpus luteum (Guyton, 1997).

0 comments: