Minggu, 04 September 2011

Proses Visuospasial dan Intepretasi oleh Belahan Otak Kanan


Abstrak
Pandangan umum mengenai ketidaksimetrisan belahan otak antara lain adanya perbedaan spesialisasi dari keduanya, dimana belahan otak kiri dipakai untuk kemampuan linguistik dan kognitif serta kemampuan motorik halus, sedangkan belahan ota kanan untuk kemampuan visuospasial. Walaupun dikotomi ini dapat dianggap benar, tetapi sesungguhnya hal tersebut tidak sesederhana itu. Penelitian terhadap pasien dengan otak terbagi menunjukkan bahwa belahan kiri otak memiliki kemampuan visuospasial yang luar biasa, dan kecenderungan asimetris belahan kanan lebih baik daripadi kiri. Melalui pertimbangan mengenai asal usul persepsi visual, dan organisasi sistem penglihatan dalam kedua belahan otak, didapatkan bahwa keasimetrisan meningkatkan kemampuan visual pada area yang merepresentasikannya dalam kedua belahan otak. Saya akan memaparkan bukti mengenai pandangan belahan otak bagian kanan dapat dikatakan lebih memiliki kemampuan visual dibandingkan dengan yang sebelah kiri, dan postulat mengenai adanya intepretasi oleh belahan otak kanan yang didedikasikan untuk merepresentasi dunia viusal.
1.    Pendahuluan
Ide yang menyatakan bahwa kedua belahan otak manusia berbeda dalam fungsi psikologikal telah menjadi tema sentral dalam ilmu cognitive neuroscience. Walaupun konsep tersebut telah muncul semenjak zaman Yunani kuno ( Lokhorst, 1982), tetapi semua belum jelas sampai penelitian klinis yang dilakukan oleh Dax dan Broca pada abat ke 19 yang memberikan pengertian mengenai asimetri dalam hubungan pentingnya dengan penelitian mengenai fungsi otak. Laporan ini, bersamaa dengan Wernicke, menguatkan gagasan bahwa belahan kiri otak memiliki peran spesial dalam rangka produksi dan pemahaman dari bahasa. Hal ini juga merupakan asal dari gagasan bahwa belahan kiri, pada sebagian besar orang, merupkana belahan otak yang dominan, dan otak kanan berperan dalam fungsi sekunder.
Dalam waktu yang sama saat Broca dan Wernicke membuat ilustrasi mengenai pentingnya belahan kiri otak dalam produksi dan pemahaman bahasa, John Hughlings Jackson (1874,1876) mendiskripsikan pasien yang menderita “kehilangan atau defek memori untuk orang, benda, dan tempat.” Dia menamakan defisit ini “impersepsi”, dan mengasosiakannya dengan kerusakan yang dialami belahan otak kanan. Laporan Jackson mnantang pandanmgan mengenai dominasi otak kanan, dan menyimpulkan bahwa kedua belahan otak memproses kemampuan masing-masing. Jackson mendapatkan bahwa lobus frontalis kiri berkembang lebih dulu dibanding yang kanan, dan lobus psoterior berkembang lebih dulu dibanding hemisfer kanan. Dia juga mendapatkan bahwa fungsi psikologikal berkembang ke arah lateral menuju belahan kiri yang sering diasosiasikan dengan lobus frontalis, dan fungsi persepsi menuju belahan kanan yang diasosiasikan dengan regio posterior otak. Berdasarkan hal tersebut, Jackson menyimpulkan “ Tempat yang penting dari belahan otak kiri adalah lobus posterior dan dari belahan otak kanan adalah lobus posterior.
Penelitian observasional ini menjadi dasar dari pandangan yang populer dalam bertahun-tahun mengenai organisasi dari belahan otak yaitu belahan kiri mengontrol bahasa, dan belahan kanan bertanggung jawab atas persepsi visuospasial. Walaupun pendapat ini memiliki kebenaran, penelitian terhadap pasien dengan callosotomy (atau otak terbelah) menunjukkan bahwa hal ini sangat disederhanakan. Belahan memiliki kemampuan unutuk memahami beberapa bahasa terbatas dan belahan kiri juga memiliki kemampuan terhadap kemampuan visuospasial yang mendukung tugas-tugas seperti membaca, mengenali objek, dan kemampuan tersebut baik. Walaupun begitu dikotomi ini terus memotivasi penelitian dalam cognitive neuroscience.

2.    Otak yang terbelah
Operasi callostomi melibatkan pemotongan dari corpus callosum , dan dalam beberapa kasus lain, sebagai terapi pada epilepsi yang tidak dapat ditangani dengan obat. Sebagai hasil belahan otak terisolasi secara efektif pada level kortikal (dengan koneksi subkortikal yang masih intak). Sebagai tambahan untuk keuntungan klinis, prosedur ini menawarkan kesempatan perdana untuk “menginterogasi” masing-masing belahan otak dalam isolasi, karena informasi yang ada pada satu belahan otak tidak sama pada belahan lainnya.
Penelitian sistematis pertama pada pasien dengan otak terbelah pada tahun 1960 secara dramatis mengkonfirmasi dominasi belahan otak kiri dalam mengontrol bahasa. Pasien dengan ketidakmampuan untuk mendeskripsikan rangsangan visual oleh otak kiri memindahkannya ke otak kanan. Belahan otak kanan mampu memproses rangsangan dengan menggunakan tangan kiri untuk menunjuk beberapa benda. Penelitian lebih lanjut mengenai hal ini juga mengkonfirmasikan bahwa rangsangan yang dapat diterjemahkan oleh belahan otak kanan terbatas pada rangsangan secara verbal, sedangkan belahan kiri dapat memprosesnya dengan mudah. Walaupun begitu belahan otak kanan yang terisolasi, dapat mengerti kata tertulis dan mengikuti instruksi verbal yang sederhana. Penelitian yang lebih mendetail selanjutnya mendemonstrasikan bahwa belahan otak kiri pada pasien dengan otak terbelah mampu memproduksi dan menganalisis semua aspek dalam berbahasa. Di sisi lain walaupun belahan otak kanan sering mengetahui arti dari kata-kata, belahan tersebut jarang menunjukkan bukti atas tata bahasa dan peraturannya (Gazzaniga, 2000)
Dominasi dari belahan otak kiri untuk kemampuan linguistik membuka aspek lain dalam fungsi kognitif. Setelah dilakukan operasi, IQ dalam hal verbal tidak terpengaruh, dan kapasitas dari pemecahan masalah dan pembuatan hipotesis juga tidak mengalami perubahan yang bermakna pada belahan otak kiri. Belahan otak kanan pada pasien tersebut mengalami penurunan dalam fungsi kognitif termasuk pemecahan masalah dan aktivitas mental lainnya (Gazzaniga, 2000).

2.1      Intepretasi oleh belahan otak kiri
Pasien dengan otak terbelah sering berpanjang lebar dalam menjelaskan pilihan yang dilakukan oleh belahan kanan. Sebagai contoh, kepada pasien J.W ditunjukkan gambar mengenai lonceng menara pada bagian visual dari otaknya. Pasien tersebut dkemudian ditanya untuk memilih diantara empat gambar dengan menunjuk menggunakan tangan kiri. Gambar-gambar tersebut merupakan gambar-gambar isntrumen musik, yang diantaranya ada bel. J.W memilih bel dan ketika ditanya alasannya memilih, dia mengatakan bahwa dia telah mendengar bunyi bel dalam perjalanan ke lab. Belahan otak kiri yang bersifat berbicara, mengamati respon yang dikontrol sedangkan belahan kanan yang “diam” mengintepretasikan dengan pengetahuan yang ada. Gazzaniga telah menyimpulkan bahwa percobaan ini menunjukkan eksistensi dari “pengintepretasi” yang mengelaborasikan informasi yang didapat untuk membuak cerita atau skema (Gazzaniga, 2000). Dia mengungkapkan mekanisme yang bertanggung jawab dalam kerjasama ini adalah adanya lateralisasi ke belahan otak kiri.
Walaupun belahan otak kiri sepertinya digunakan untuk mengintepretasikan kejadian, bagian kanan tidak menunjukkan kecenderungan yang sama. Perbedaan gaya kognitif ini dapat diamati dalam performa dari kedua belahan otak dalam menyimpan memori. Ketika diminta untuk memutuskan rangsangan yang telah diberikan dalam sebuah penelitian, belahan kiri sering salah mengenali benda yang memiliki persamaan dengan ransangan yang belum pernah ditunjukkan sebelumnya. Belahan kanan tidak sering melakukan kesalahan yang berhubungan dengan benda baru (Metcalfe, Funnel, & Gazzaniga, 1995; Phelps & Gazzaniga, 1992). Penelitian ini konsisten dengan eksistensi pengintepretasi di otak kiri yang tidak terdapat pada otak kanan. Elaborasi yang dilakukan oleh pengintepretasi ini menimbulkan efek yang mengganggu pada akurasi dalam ttugas mengenali benda, namun dapat memudahkan dalam berhadapan dengan informasi yang baru. Karena dalam pola di dunia sering dapat dilihat, kausa determinan, pengintepretasi harus menemukan pola sebab akibat dan biasanya menemukan nilai adaptasi.

2.2      Asimetris pada kemampuan visuospasial
Penelitian dengan pasien dengan otak terbelah memperkuat pendapat dari abad ke 19 mengenai belahan otak kiri dominan pada kebanyakan orang. Belahan otak kiri mengontrol percakapan dan mendominasi fungsi bahasa, memiliki kemampuan otot motorik halus, dan memiliki kemampuan kognitif yang lebih superior secara umum. Peneliti mngungkapkan bahwa belahan kiri sering memerintah bagian kanan, walaupun hal itu tidak memiliki tugas yang berkaitan dengan informasi, dan hal ini terjadi hampir sepanjang waktu. Lalu bagaimana kontribusi dari belahan kanan? Penelitian laind engan pasien dengan otak terbelah menunjukan konfirmasi yang menarik dari ide Jackson yang mengatakan bahwa persepsi visual lebih kuat pada belahan kanan.Sebagai contoh, kelompok dengan dominan tangan kanan diminta untuk menyalin gambar garis sederhana dengan menggunakan tangan kiri atau tangan kanan. Salinan yang dihasilkan oleh tangan kiri lebih baik dengan yang dihasilkan oleh tangan kanan yang dominan. Hal tersebut sama dengan, pengguna tangan kiri memiliki performa lebih baik dibandingkan kanan ketika diberikan tugas yang mengharuskan pasien untuk menyusun balok sesuai warna yang sudah ada. Penemuan ini menunjukkan bahwa kemampuan visuospasial belahan otak kanan  kemungkinan lebih baik daripada kiri walaupun mekanisme bagaimana terjadinya hal tersebut belum jelas.
Penelitian terbaru lainnya mengenai asimetrisnya kemampuan visuospasial pada pasien dengan otak terbelah, menunjukkan belahan kanan lebih baik dari kiri dalam berbagai macam tugas visual. Belahan kanan lebih baik dalam mendeteksi pakah dua gambar identik atau terbalik. Selain itu belahan kanan juga memiliki kemampuan yang lebih baik dalam diskriminasi spasial seperti meeteksi peredaan kecl pada oriestasi garis. Penelitian ini dan penelitian–penelitian lainya mengundang spekulasi bahwa belahan kiri lebih dikhususkan untuk mengidentifikasi informasi, dengan kekurangan dari presisi spasial. Corballis, Funnel dan Gazzaniga (1999b) menguji hipotesis ini dengan cara bertanya pada pasien dengan otak terbelah untuk melakukan kemampuan spasial atau untuk mengidentifikasi menggunakan rangsangan yang sama. Ketika memerlukan sebuah identifikasi, kedua belahan otak menunjukkan aktivitas yang sama. Pada masalah spasial, belahan kanan menunjukkan kemampuan lebih baik daripada kiri. Hal ini menunjukkan perbedaan (asimetri) dari visuospasial poeses tidak terjadi pada rangsangan tingkat rendah tetapi dalam tugas yang menggunakan penggunaan informasi.

2.3      Arsitektur dari Sistem Visual
Untuk mengerti bagaimana mekanisme asimetri perseptual, merupakan hal berharga untuk diingat bahwa organisasi dari sistem visual di otak menawarkan petunjuk mengenai dimana ketidaksimetrisan tersebut dapat muncul. Ilmuwan sering menemukan hal ini muncul dalam penglihatan level rendah dan tinggi, walaupun batasan antara keduanya sering kabur. Pemetaan ini menunjukkan arsitektur dari korteks dari sistem penglihatan di lobus occipital, temporal dan parietal. Proses visual berlangsung secara hirarki dari primer (V1) pada occipital melalui kaskade area visual. Neuron pada level rendah atau awal area visual memiliki daerah penerimaan yang kecil yang dapat merespon stimulasi dalam area sempit yang kontralateral dengan daerah penglihatan dan perlahan-lahan bertambah sesuai dengan hirarkinya (Zeki, 1978). Proses yang terjadi pada area ini kemungkinan didedikasikan untuk ektraksi kemampuan gambaran retina. Area visual awal mengelola organisasi retina, sehingga kompleks korteks dapat merespon area yang tepat dalam lapang pandang. Pada lebel proses bisual yang lebih tinggi, organisasi retina menurun, dan meuron merespon dengan meningkatkan aspek abstrak dari rangsangan visual. Neuron pada area dengan level yang lebih tinggi responsif terhadap stimulasi baik kontralateral maupun ipsilateral dari lapang pandang. Representasi dari ruang ipsilateral ini bergantung pada koneksi komisura diantara keduanya. Lesi pada komisura akan menghilangkan responipsilateral dari neuron tetapi tetap meninggalkan respon kontralateral.
Arsitektur dari sistem visual terdapat pada level awal dari pemprosesan kemampuan visual bersifat unik antara kedua belahan otal. Masing-masing belahan otak menunjukkan bagian kontralateral dari lapang pandangnya. Pada level yang lebih tinggi ada perbedaan antara satu dan lainnya. Hal ini menunjukkan bwaha asimetris dari proses visual sering muncul pada tahap akhir sistemvisual, dalam area yang membutuhkan daerah reseptor bilateral. Walaupun asimetris yang terjadi lebih awal bukan merupakan sebuah hal yang mustahil, mereka akan menghasilkan satu lapang pandang yang sama. Asimetris terjadi pada area dengan area reseptif bilateral sebagai kompensasi hilangnya representasi oleh belahan yang berlawanan.

2.4      Persepsi visual sebagai sebuah proses kecerdasan
Fungsi dari sistem penglihtan adalah untuk merepresentasikan benda dan permukaan sehingga memungkinkan untuk berinteraksi dengannya, serta melewatinya, dalam dunia ini. Sistem visual menghadapi tantangan serius dalam merepresentasikan dunia yang tiga dimensi berdasarkan gambaran dua dimensi oleh retina. Karena ada kemungkinan tak terbatas dari konfigurasi tiga dimensi yang dapat dihasilkan dari gambar retina, persepsi visual merupakan sebuah proses yang sangat sulit. Problem ini menjadi masalah nomer satu dalam penelitian mengenai persepsi atau sampai hal ini dijabarkan dalam teori Berkeley yang berjudul New Theory of Vision (Berkeley, 1709/1963). Untuk mempertahankan tradisi empiris, von Helmholtz (1906/1962) mengajukan persepsi visual dilakukan oleh interfensi tanpa sadar oleh informasi pada gambar retina. Oleh karena itu persepsi merupakan sebuah kecerdasan, dimana butuh banyak pengalaman  dan tujuan yang dihasilkan oleh gambara retina. Pandangan ini membuat dasar dari ide dunia persepsi merupakan sebuah konstruksi internal yang dibentuk oleh gambaran retina. Hoffman (1998), salah satu juara moderen dari pandangan ini mendeskripsikan penglihatan merupakan sebuah proses kecerdasan yang harus memecahkan masalah dimana sistem visual membuat representasi dari gambaran retina. Representasi ini telah diuji dan diperbaharui saat penerima memindai lapang pandang dan berinteraksi dengan lingkungan.
Penglihatan level rendah dapat dinyatakan sebagai pemberian data skala besar. Oleh karena itu, respon neuron dalam area visual awal didasarkan oleh stimulasi yang jatuh pada bagian penerima-walaupun umpan balik dari area lebih tinggi juga melibatkan proses ini. Pada level yang lebih tinggi respon yang muncul entah bagaimana menjadi lebih abstrak dan telah terpengaruh oleh tujuan, pengalaman, dan ekspektasi dari si penglihat. Hal ini membuat sangat masuk akal untuk menyatakan bahwa aspek tersebut sangat berkaitan dengan kecerdasan, atau konstruktif, yang terjadi pada proses yang lebih tinggi. Ada bukti-bukti yang menunjukkan walapun aktivitas pada area visual awal penting untuk kewaspadaan perseptual dari stimuli visual, itu tidak cukup untuk mempertahuan persepsi sadar dari rangsangan Lebih lanjut kemungkinan pengamat bergantung pada representasi level tinggi untuk melakukan pencarian visual. Penuman ini mengimplikasikan bahwa pengamat tidak memiliki akses pada area visual rendah.

2.5      Adakah intepretasi oleh belahan otak kanan ?
Alasan yang muncul menimbulkan dua kesimpulan : (1) Aspek dari proses visual dapat dikatakan sebuah kecerdasan dan merupakan sebuah proses tingkat tinggi, dan (2) Proses penglihatan tingkat tinggi lebih sering mengalami lateralisasi dibandingkan yang rendah. Oleh karena itu, sangat masuk akan untuk mengatakan asimetri dari belahan otak dari proses visual merupakan asimetri dari kecerdasan visual. Seperti pada belahan otak kiri yang dapat dideskripsikan lebih memiliki kognitif dibandingkan kanan, belahan kanan dapat dikatakan lebih memiliki kecerdasan persepsi dari kiri. Dari sudut pandang ini, fungsi yang spesial dari belahan kanan dapat dikatakan sebagai pengintrpretasi berdasarkan pemecahan ambiguitas pada penglihatan visual. Dua contoh terbaru mengai hal ini, yang pertama adalah Corbalis, Fedrich, Sharpley, dan Gazzaniga (1999a) yang meneliti legkapnya persepsi bentuk baik melalui modal ataupun amodalpada pasien dengan otak terbelah. Gambar Ia menunjukkan “Kanizsa Square” dimana sebagian besar melihat adanya kotak putih dalam 4 lingkaran hitam. Proses ini dinamakan “modal completion”, karena kontur dari kotak dapat dilihat mata. Hal ini merupakan bukti bahwa ini diselesaikan pada proses visual awal, dan kedua belahan otak mampu menyelesaikan tugas ini dengan baik. Gambar Ib menunjukkan kotak yang dapat diberi nama metode “amodal completion”. Mayoritas orang meilht sebuah kotak yang ditutupi oleh permukaan dengan empat buah lubang. Kotur kotak tersebut tidak dapat dilihat tetapi dapat disimpulkan

Contoh lain adalah penelitian mengenai garis ilusi pada pasien dengan otak terbelah. Adanya ilusi pergerakan garis terjadi ketika garis dipresntasikan secara instan pada tampilan visual, tetapi muncul dari awal sampai akhir dan sedang digambar. Manifestasi dari ilusi dapat dipengaruhi oleh manupulasi baik level rendah maupun tinggi dari konfigurasi stimulus. Dengan media yang sama garis digambarkan diantara dua titik dan dengan warna yang berbeda atau lebar yang berbeda, persamaan antar warna atau lebar akan menyebabkan ilusi. Manifestasi dari ilusi pada kedua belahan otak dapat diakibatkan oleh titik yang berkedip (manipulasi level rendah), tetapi belahan kanan lebih terganggu dengan persamaan lebar ataupun warna (manipulasi lebel tinggi). Hasil ini dapat menyimpulkan adanya perbedaan mekanisme yang dapat berkontribusi dalam ilusi gerak dan mekanisme tersebut memiliki peran untuk memutuskan asal dari pergerakan.

3.    Kesimpulan
Walaupun telah lama diketahui bahwa belahan otak kanan memiliki kemampuan visuospasial yang lebih baik dibandingkan sebelah kiri pada kebanyakan orang, penyebab terjadinya asimetri ini masih belum jelas. Hal ini karena belahan kiri dominan untuk mengontrol bahasa dan perbuatan, yang sering dipandang memiliki kognitif yang lebih baik daripada sebelah kanan, belahan ini juga sering disebut sebagai mayoritas atau belahan yang dominan, dengan belahan kanan diasosiasikan sebagai minoritas dan berperan sebagai penunjang. Konseptualisasi ini melupakan dasar dari masih ambigunya proses terjadinya persepsi visual, dan butuh pengetahuan yang dalam untuk membuat represesentasi yang tepat mengenai dunia dari informasi yang diberikan oleh gambaran retina. Pada penelitian ini saya berargumentasi bahwa belahan otak kanan dapat dideskripsikan memiliki kecerdasan visual yang lebih tinggi dari sebelah kiri, dan sata menyimpulkan bahwa adanya pengintepretasian oleh belahan kanan sebagai penyeimbang dari kapasitas pemahaman yang lebih besar oleh belahan kiri dalam aspek kognitif yang lainnya.

0 comments: