Senin, 21 April 2008

Ko Ga Bisa Kebuka ???

Sial2
Blog gw ga bisa kebuka ??
Apa diblog depkominfo ya ???
Padahal kan ga ada yang aneh2..
Tp klo iya gw tau cara bukanya..

Gini nih..
Manfaatin tools google yaitu google translate..
Caranya dari alamat google di /translate
Trus pilih dah bahasa yang mo dipake
Bahasa apa aja bisa kok...
Tp tetep aja SIAL !!!!
READ MORE - Ko Ga Bisa Kebuka ???

Senin, 14 April 2008

Hormon Insulin

Insulin disintesis oleh sel-sel beta dengan cara yang mirip dengan sintesis protein, yang biasanya dipakai oleh sel, yakni diawali dengan translasi RNA insulin oleh ribosom yang melekat pada retikulum endoplasma untuk membentuk preprohormon insulin. Preprohormon awal ini memiliki berat molekul kira-kira 11.500, namun selanjutnya akan melekat erat pada retikulum endoplasma untuk membentuk proinsulin dengan berat molekul kira-kira 9000; lebih lanjut sebagian besar proinsulin ini lalu melekat erat pada alat Golgi untuk membentuk insulin sebelum terbungkus dalam granula sekretorik. Akan tetapi, kira-kira seperenam dari hasil akhirnya tetap dalam bentuk proinsulin. Proinsulin ini tidak memiliki aktivitas insulin. Sintesis insulin akan menghasilkan efek samping rantai C-peptid. Perhitungan terhadap rantai C-peptid dapat digunakan sebagai perhitungan kadar insulin dalam darah. Insulin juga menyebabkan sebagian besar glukosa yang diabsorbsi sesudah makan segera disimpan dalam hati dalam bentuk glikogen. Insulin menghambat fosforilasi hati, yang merupakan enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen dalam hati menjadi glukosa. Insulin juga meningkatkan pemasukan glukosa dari darah oleh sel-sel hati. Insulin juga meningkatkan enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen. Insulin juga menghambat glukoneogenesis. Insulin melakukannya terutama dengan menurunkan jumlah dan aktivitas enzim-enzim hati yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis.Kemudian insulin menghambat kerja lipase sensitif hormon. Enzim inilah yang menyebahkan hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, pelepasan asam lemak dari jaringan adiposa ke dalam sirkulasi darah dakan terhambat. Insulin meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel-sel lemak dengan cara yang sama seperti insulin meningkatkan pengangkutan glukosa ke sel-sel otot. Beberapa bagian glukosa ini lalu dipakai untuk mensintesis sedikit asam lemak, tetapi yang lebih penting adalah, glukosa ini dipakai untuk membentuk sejumlah besar α-gliserol fosfat. Bahan ini menyediakan gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida yang merupakan bentuk lemak yang disimpan dalam sel-sel lemak. Oleh karena itu, bila ada insulin, bahkan penyimpanan sejumlah besar asam-asam lemak yang diangkut dari hati dalam bentuk lipoprotein hampir dihambat. (Guyton. 1997).
READ MORE - Hormon Insulin

Dislipidemia

Dislipidemia atau disebut juga dengan hiperlipoproteinemia, hiperkolesterolemia, hiper-lipidemia adalah meningkatnya kolesterol plasma dan trigliserida atau turunnya kadar HDL yang bisa menyebabkan aterosklerosis dan serangan jantung. Dislipidemia dapat disebabkan karena penyebab primer (genetik) dan sekunder (penyakit lain). Semakin tinggi tingkat lemak biasanya disejajarkan dengan tingginya risiko penyakit kardiovaskuler. Kebanyakan kasus ini terjadi lebih banyak pada wanita daripada pria. Dislipidemia dibagi menjadi primer dan sekunder. Dislipidemia primer biasanya disebabkan oleh mutasi genetik,baik itu produksi berlebihan trigliserida dan LDL,atau kurangnya produksi dari HDL. Keadaan ini biasanya terjadi pada anak-anak,dan sangkaannya pada orang yang memiliki kolesterol serum > 240 mg/dL dan juga memiliki keluarga yang memiliki riwayat penyakit ateroskelorisis. Dislipidemia sekunder terjadi pada orang dewasa yang kebanyakan disebabkan karena gaya hidup, seperti makanan yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, dll. Selain itu juga dapat disebabkan karena DM, konsumsi alkohol, hipotiroidisme, gagal ginjal, dan karena obat-obatanan.

Penatalaksanaan dislipidemia harus dimulai dengan penilaian jumlah faktor risiko koroner yang ditemukan pada pasien tersebut untuk menentukan sasaran kolesterol-LDL yang harus dicapai. Menurut penelitian Heart Protection Study dan Collaborative Atorvastatin Diabetes Study (CARDS), sasaran kadar kolestrol-LDL untuk dislipidemia pada pasien DM adalah sampai mencapai 70mg/dl. Setelah menentukan sasaran kadar kolesterol-LDL yang dilakukan selanjutnya adalah terapi non-farmakologis. Terapi ini meliputi terapi nutrisi medis dan aktivitas fisik. Apabila gagal dengan pengobatan non-farmakologis maka harus dimulai dengan pengobatan penurun lipid. Obat yang dapat digunakan adalah golongan HMG-CoA reductase inhibitor.


READ MORE - Dislipidemia

Obesitas

Obesitas adalah peningkatan berat badan melebihi batas kebutuhan skeletal dan fisik sebagai akibat akumulasi lemak berlebihan dalam tubuh (Dorland. 2002). Keadaan obesitas ini, terutama obesitas sentral, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular karena keterkaitannya dengan sindrom metabolik. Mengukur lemak tubuh secara langsung sangat sulit dan sebagai pengukur pengganti digunakan Body Mass Index (BMI). Penghitungannya adalah berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi dalam meter kuadrat (m2). Klasifikasi obesitas menurut WHO (2000) adalah dengan BMI: (1) 25-29,9 Pra-Obes; (2) 30-34,9 Obes Tingkat I; (3) 35-39,9 Obes Tingkat II; dan (4) >40 Obes Tingkat III (Sugondo. 2007).

Resistensi insulin pada obesitas sentral diduga merupakan penyebab sindrom metabolik. Insulin mempunyai peran penting karena berpengaruh baik pada penyimpanan lemak maupun sintesis lemak dalam jaringan adiposa. Resistensi insulin dapat me-nyebabkan terganggunya proses penyimpanan lemak maupun sintesis lemak. Hubungan sebab akibat (kausatif) antara resistensi insulin dan penyakit jantung koroner dan stroke dapat diterangkan dengan adanya efek anabolik insulin. Insulin merangsang lipogenesis pada jaringan arterial dan jaringan adiposa melalui peningkatan produksi acetyl Co-A, meningkatkan asupan trigliserida dan glukosa. Dislipidemia yang ditandai dengan peningkatan konsentrasi trigliserida dan penurunan kolesterol HDL merupakan akibat dari pengaruh insulin terhadap Cholesterol Ester Transfer Protein (CETP) yang memperlancar transfer Cholesterol Ester (CE) dari HDL ke VLDL (trigliserida) dan mengakibatkan terjadinya katabolisme dari apoA, komponen protein HDL. Resistensi insulin dapat disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Jenis kelamin mempengaruhi sensitivitas insulin dan otot rangka laki-laki lebih resisten dibanding perempuan.Penatalaksanaan obesitas adalah penurunan dan pemeliharaan berat badan. Cara yang dapat dilakukan antara lain : diet, olahraga, terapi perilaku, farmakoterapi dengan sibutramine dan orlistat, dan terapi bedah (Sugondo. 2007).


READ MORE - Obesitas

Diabetes Insipidus

Diabetes insipidus adalah penyakit yang disebabkan oleh terganggunya system neurohypophyseal-renal reflex yang berakibat pada kegagalan tubuh mengkonversi air yang menyebabkan volume urinnya melebihi 3 liter per hari, dehidrasi dan rasa haus yang hebat, demikian pula kadang - kadang kehausan dan kelaparan yang berat (Dorland. 2002). Gejala klinis yang timbul adalah poliuria dan polidipsia. Selain itu jarang ditemukan gejala yang lain, kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan terjadinya gangguan pada system neurohypophyseal-renal reflex (Asman. 2007).

Diabetes insipidus dibagi menjadi 2 jenis : (1) Diabetes Insipidus Sentral (DIS), disebabkan oleh kegagalan pelepasan ADH yang secara fisiologis dapat merupakan kegagalan sintesis atau penyimpanan. DIS judga timbul akibat gangguan pengangkutan. Secara biokimia, DIS dapat terjadi kerena gangguan kuantitas maupun kualitas ADH. Sintesis Neurofisin II yang abnormal dapat juga mengganggu pelepasan ADH. Selain itu DIS juga dapat disebabkan oleh adanya antibody terhadap ADH. Kerusakan pada osmoreseptor pada hypothalamus dapat juga mengakibatkan DIS; (2) adalah Diabetes Insipidus Nefrogenik (DIN), disebabkan oleh : Kegagalan pembentukan dan pemeliharaan gradient osmotic dalam medulla renalis, Kegagalan utilitasi gradient pada keadaan dimana ADH dalam keadaan jumlah yang cukup dan berfungsi normal (Asman. 2007).
Pada tahap pertama penegakkan diagnosis DI adalah menentukan apakah diuresis tersebut disebabkan oleh air atau zat-zat yang terlarut, jika ternyata zat-zat yang terlarut maka langkah selanjutnya menentukan jenis zat-zat tersebut. Tapi bila diketahui bahwa poliuria yang terjadi adalah diuresis air murni, maka langkah selanjutnya adalah menentukan penyakit penyebabnya. Test-test yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut (1) Hickey-Hare atau Carter-Robbins test; (2) Fluid deprivation menurut Martin Goldberg; (3) Uji nikotin; (4) Uji vasopressin. Penatalaksanaan DI biasanya diperlukan terapi hormone pengganti  DDAVP (1-Idesamino-8-d-arginine vasopressin) dan Vasopressin tanate. Selain terapi hormone pengganti dapat juga dipakai terapi adjuvant yang secara fisiologis mengatur keseimbangan air dengan cara : Mengurangi jumlah air ke tubulus distal dan collecting duck, Memacu pelepasan ADH endogen, Meningkatkan efek ADH endogen yang masih ada pada tubulus ginjal. Untuk terapi medikamentosanya obat-obatan adjuvant yang biasa dipakai : Diuretik Tiazid, Kloropropamid, Klofibrat, Karbamazepin (Asman. 2007).

READ MORE - Diabetes Insipidus

Diabetes Mellitus

Diabetes Melitus (berikutnya disebut DM) adalah sindrom kronik gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak karena kurang insulin atau resistensi insulin pada jaringan yg dituju (Dorland. 2002). DM menurut ADA (American Diabetes Association) diklasifikasikan menjadi : DM tipe 1, DM tipe 2, DM gestasional, DM tipe lain. Mengenai penjelasan masing-masing akan dijelaskan kemudian. Tingkat prevalensi DM cukup tinggi. Diduga terdapat 16 juta kasus di Amerika Serikat dan setiap tahunnya didiagnosis 600.000 kasus baru (Price. 2006).

DM tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap perusakan imunologik sel-sel yang memproduksi insulin atau sel-sel beta pankreas. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak. Tipe dari gen histokompatibilitas yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 misalnya adalan DW3 dan DW4. Diabetes tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin, serta kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselular yang menyebabkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor. Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor pada membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor insulin dengan sistem transport glukosa. Ketidak normalan proreseptor dapat mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya, timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia. Sekitar 80% pasien diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas dapat menurunkan jumlah reseptor insulin dalam sel target. Hal ini disebabkan karena terdesaknya lokasi tempat reseptor oleh lemak. Karena obesitas berkaitan dengan resistensi insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa (Price. 2006).
Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapat pengobatan segera. Terapi insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka terhadap insulin. Sebaliknya, pasien dengan diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin mengalami polidipsia, poliuria, lemah dan somnolen. Biasanya mereka tidak mengalami ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif. Sejumlah insulin tetap diekskresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis. Kalau hiperglikemia berat dan pasien tidak berespons terhadap terapi diet, atau terhadap obat-obat hipoglikemik oral, mungkin diperlukan terapi untuk menormalkan kadar glukosanya. Pasien ini biasanya memperlihatkan kehilangan sensitivitas perifer terhadap insulin. Kadar insulin pada pasien sendiri mungkin berkurang, normal atau malahan tinggi, tetapi tetap tidak memadai untuk mempertahankan kadar glukosa darah normal. Penderita juga resisten terhadap insulin eksogen (Price. 2006).

READ MORE - Diabetes Mellitus

Sindrom Metabolik

Pada kesempatan kali ini kita dihadapkan dengan seorang penderita wanita usia 55 tahun berat badan 90 kg, tinggi badan 156 cm, tekanan darah 150/100 mmHg datang ke poliklinik Rumah Sakit Dr Moewardi Surakarta denga keluhan sering kencing atau poliuria dan kedua kaki terasa kesemutan. Sejak 2 tahun yang lalu penderita merasakan sering kencing sehari bisa 10 sampai 15 kali dan tidak pernah berobat ke dokter. Penderita 5 tahun yang lalu pernah menderita gout arthritis. Anaknya laki-laki umur 15 tahun pernah dirawat di rumah sakit yang sama dikatakan sakit kencing manis atau diabetes melitus. Anaknya sebelum menderita kencing manis, semula gemuk atau obes tetapi sekarang menjadi kurus. Saudara laki-lakinya umur 60 tahun kaki kirinya pernah diamputasi dan sekarang dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid pagi 1 tablet, siang 1 tablet dan sore 1 tablet dan tidak mau makan. Penderita sudah membawa hasil laboratorium : kolesterol total 250 mg/dl, trigliserida 350 mg/dl, HDL kolesterol 35 mg/dl, LDL kolesterol 215 mg/dl, ureum 70 mg/dl, creatinin 2,0 mg/dl dan asam urat 10 mg/dl.

Dari data di atas BMI pasien adalah 36,98. Berdasarkan klasifikasi WHO, seperti yang telah penulis bahas pada tinjauan pustaka, pasien termasuk dalam kategori Obes Tingkat I. Keluhan utama pasien poliuria dan kesemutan. Poliuria dapat disebabkan oleh diabetes melitus ataupun insipidus oleh karena itu perlu pemeriksaan kandungan yang terdapat pada urin. Bila hasilnya hanya air kemungkinan diabetes insipidus dapat dipertimbangkan, bila tidak sebaliknya. Hasil anamnesis menyatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit diabetes. Anak pasien didiagnosis menderita diabetes. Anak ini dulu obes tetapi sekarang menjadi kurus. Hal ini dikarenakan lemak digunakan sebagai sumber energi sebab bila tidak ada insulin, semua efek insulin yang menyebabkan penyimpanan lemak, seperti yang tercantum di atas, akan berbalik. Efek yang paling penting adalah efek dari enzim lipase sensitif-hormon yang terdapat di dalam sel-sel lemak akan menjadi sangat aktif. Keadaan ini akan menyebabkan hidrolisis trigliserida yang disimpan, sehingga akan melepaskan banyak sekali asam lemak dan gliserol ke dalam sirkulasi darah. Akibatnya, konsentrasi asam lemak bebas plasma, dalam beberapa menit akan meningkat. Asam lemak bebas ini selanjutnya menjadi bahan energi utama yang terutama digunakan oleh seluruh jaringan tubuh selain otak.
Saudara laki-laki pasien sekarang dirawat di rumah sakit karena minum glibenklamid 3 kali sehari. Glibenklamid termasuk golongan obat antidiabetik oral derivat sulfonilurea. Derivat sulfonilurea bekerja dengan merangsang sekresi insulin di pankreas. Penurunan kadar glukosa darah yang terjadi setelah pemberian sulfonilurea disebabkan oleh perangsangan sekresi insulin di pankreas. Sifat perangsangan ini berbeda dengan perangsangan dengan glukosa, karena ternyata pada saat hiperglikemia gagal merangsang sekresi insulin dalam jumlah yang mencukupi, obat-obatan tersebut masih mampu merangsang sekresi insulin. Pada dosis tinggi, sulfonilurea menghambat penghancuran insulin oleh hati. Absorbsi derivat sulfoniluria dalam usus baik, sehingga dapat diberikan peroral. Setelah absorbsi, obat ini tersebar ke seluruh cairan ekstrasel. Dalam plasma sebagian terikat pada protein terutama albumin. Gejala saluran cerna antara lain berupa mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung yang kadang-kadang terasa seperti pirosis substernal di daerah jantung. Jika kondisi demikian terjadi maka pasien akan kehilangan nafsu makan. Gejala ini dapat dikurangi dengan mengurangi dosis, memberikannya bersama makanan atau membagi obat dalam beberapa dosis.
Setelah melihat riwayat penyakit keluarga, oleh karena diabetes melitus merupakan penyakit genetis, maka kemungkinan diabetes insipidus dapat ditinggalkan. Hipotesis sementara adalah pasien menderita diabetes melitus. Tapi tipe berapa ? Pertanyaan itu yang harus dijawab selanjutnya. Untuk menjawab hal tersebut mari kita membahas gejala-gejala yang lain. Pada kasus ini trigliserida mengalami kenaikan. Pembentuk-kan trigliserida membutuhkan insulin, juga untuk menjaganya tetap dalam bentuk trigliserida dibutuhkan insulin dalam jumlah yang mencukupi. Karena pada DM tipe I pasien mengalami gangguan sekresi karena kerusakan autoimun pada sel beta pankreas, maka kadar insulin menurun. Sedangkan pada DM tipe II kadar insulin dapat mengalami kenaikan, tetap atau menurun, sehingga dapat diambil kesimpulan pasien mengalami DM tipe II.
Kesemutan (polineuropati) yang diderita pasien disebabkan oleh meningkatnya produksi fruktosa dan sorbitol yang diikuti penimbunan sorbitol dan fruktosa pada saraf akibat terganggunya jalur poliol (glukosa-sorbitol-fruktosa). Terganggunya jalur ini diakibatkan oleh status pasien yang obesitas. Pada obesitas kadar LDL naik. Hal ini dapat meningkatkan risiko perlekatan LDL pada vasa darah dan berubah menjadi gumpalan lemak yang disebut sel spons. Hal ini mengakibatkan penyempitan pembuluh darah dan dapat berujung aterosklerosis. Penyempitan pembuluh darah mengakibatkan naiknya tekanan darah. Selain itu obesitas juga mengakibatkan kenaikan viskositas atau kekentalan darah karena kenaikan glukosa darah, sehingga kerja jantung terpacu lebih keras. Hal itulah yang menyebabkan pasien termasuk dalam golongan hipertensi.
Dari hasil pemeriksaan lab dapat diketahui bahwa ada kenaikan kolesterol total, trigliserida, LDL kolesterol, ureum, creatinin, dan asam urat 10 mg/dl. Namun, terjadi pula penurunan kadar HDL kolesterol. Hal ini mengindikasikan bahwa pasien juga menderita dislipidemia. Mengenai dislipidemia telah penulis jelaskan pada bagian tinjauan pustaka.
Pasien menderita Obes Tingkat I, DM tipe II, hipertensi, dan dislipidemia. Dari kumpulan gejala klinis itu penulis dapat menyimpulkan bahwa pasien menderita sindrom metabolik. Jadi hipotesis awal penulis yaitu DM tipe II saja ditolak. Penatalaksanaannya adalah membiasakan diri dengan pola hidup sehat dengan berolahraga, pengaturan pola makan, serta bila perlu dengan obat-obatan.


READ MORE - Sindrom Metabolik