Pada Pada skenario kali ini didapatkan informasi yaitu seorang pasien perempuan (17 tahun) dengan keluhan utama nyeri perut bagian bawah sejak satu hari yang lalu, disertai mual dan muntah, tapi masih bisa kentut dan BAB. Dari pemeriksaan fisik didapatkan tensi 120-80 mmHg, nadi 86 x/menit, RR 20 X/menit, suhu 37,5 ⁰C. Pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi: sejajar dengan dinding dada; auskultasi: bising usus positif normal; palpasi: nyeri tekan titik Mc Burney, defans muscular negatif; rectal toucher: tonus sphincter ani normal, mukosa licin, nyeri tekan jam 10-11, sarung tangan lendir/darah negatif, feses positif. Hasil pemeriksaan laboratorium: Hb 13,5 gr%, lekosit 11.000, Hct 40%, netrofil segmen 85%. Oleh dokter disarankan untuk operasi, tapi pasien menolak dan pulang. Satu minggu kemudian pasien tersebut datang lagi dengan keluhan nyeri seluruh perut, kembung, dan ada gangguan BAB. Pemeriksaan fisik didapatkan tensi 100/70 mmHg, nadi 120 x/menit, RR 28 x/menit, suhu 39⁰C. pemeriksaan abdomen inspeksi: distensi ringan; auskultasi: bising usus hilang; palpasi: nyeri tekan diseluruh perut, defans muskuler positif; rectal toucher: tonus sphincter ani menurun, mukosa licin, nyeri tekan di seluruh lapangan, sarung tangan lendir/ darah negatif, feses positif.
Mekanisme gejala pada saat kedatangan pertama antara lain sebagai berikut. Terdapat pula nyeri tekan di titik Mc Burney, biasanya nyeri di titik ini identik dengan apendisitis. Titik Mc Burney merupakan titik pangkal apendiks yang didapatkan dengan cara menarik garis dari umbilicus ke spina iliaca anterior superior dextra, titik tersebut terletak di titik sepertiga lateral garis tersebut. Terdapat pula nyeri tekan jam 10-11 yang merupakan nyeri pada apendiks terletak. Hal ini membuat perkiraan ke arah apendisitis semakin besar. Dari pemeriksaan laboratorium ditemukan lekositosis ringan (N= 5-10.000 ) dengan nertofil segmen yang kadarnya naik menjadi 85% (N= 40-64%), hal ini menandakan telah terjadinya reaksi inflamasi akut pada tubuh pasien. Pada kasus kali ini pasien menolak operasi dan minta dipulangkan. Sampai dengan saat ini dugaan indikasi operasi pasien adalah apendisitis akut. Apendisitis merupakan peradangan apendiks yang biasanya terjadi karena obstruksi dari apendiks. Mual dan muntah terjadi karena apabila terjadi reaksi inflamasi pada apendiks, nervus vagus akan teraktivasi dan merangsang pusat muntah di medulla oblongata. Apabila terjadi rangsangan pada pusat muntah maka akan terjadi mekanisme muntah seperti pada umumnya.
Mekanisme gejala pada saat kedatangan kedua antara lain sebagai berikut. Nyeri seluruh perut merupakan proses proteksi dari omentum terhadap apendiks, sekum, maupun bagian ileum terminal mengalami perforasi dan inflamasi. Proteksi ini dilakukan dengan cara memperluas permukaan omentum dan penegangan m. recrtus abdominis, m. obliquus abdominis externus et internus, dan m. transversus abdominis. Kembung terjadi akibat adanya udara yang terjebak di dalam usus. Gangguan BAB yang terjadi dapat berupa konstipasi, obstipasi, maupun diare. Suhu pasien pun lebih tinggi dari sebelumnya yaitu 39⁰C, hal ini terjadi karena terjadinya reaksi inflamasi pada tubuh pasien sehingga sistem pertahanan tubuh berupa lekosit, makrofag, dan sel mast akan bekerja. Biasanya, pada apendisitis yang telah mengalami perforasi terjadi kenaikan suhu tubuh. Pasien mengalami penurunan tensi menjadi 100/70 mmHg (hipotensi). Frekuensi nadi pun menjadi 120x/menit (takikardi) karena suhu tubuh yang tinggi dapat meningkatkan derajat metabolisme nodus sinus sehingga eksitabilitas dan iramanya meningkat. Pasien juga mengalami takipneu akibat metabolisme yang meningkat membuat kebutuhan O2 menjadi meningkat sehingga meningkatkan frekuensi nafas. Dari inspeksi didapatkan distensi ringan, hal ini terjadi karena abdomen ditutupi oleh omentum mayus. Pada auskultasi didapatkan bising usus negatif, hal ini dapat terjadi karena perforasi yang mengakibatkan tidak adanya gerakan peristaltik usus sehingga tidak terdengar bising usus. Pada rectal toucher dikatakan bahwa tonus sphincter ani menurun, hal ini dapat terjadi karena persarafannya (N. Splancno lumbalis) terganggu sehingga tidak mampu berkontraksi. Hasil pemeriksaan laboratorium pada kedatangan kedua hasilnya adalah kadar Hb tetap, angka lekosit naik dengan kadar netrofil segmen 85%. Kenaikan angka lekosit menjadi 20.000/dl semakin mengarah kepada apendisitis akut yang telah mengalami perforasi dan peritonitis.
Penatalaksanaanya antara lain dengan operatif dan medikamentosa. Prosedur operatifnya dilakukan dengan insisi pada daerah Mc Burney. Insisi ini memberikan pajanan terbaik, tetapi membutuhkan insisi kedua jika diperlukan prosedur alternatif. Pangkal appendiks secara tradisional diligasi dan dibalik. Drainase juga pus lokal disertai dengan drain lateral. Appendektomi sekarang dapat dilakukan dengan pendekatan laparoskopik. Terapi medika mentosanya antara lain pemberian analgetik, antibiotik, dan anti inflamasi.
Tingkat mortalitas dari appendisitis adalah 0,1% jika appendisitis akut tidak pecah, dan 15% jika pecah pada orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis membaik dengan diagnosis dini sebelum ruptur dan antibiotik yang lebih baik. Morbiditas meningkat pada ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik. Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi peritonealis setelah gangren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu bagian dari sekum oleh abses atau kontriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan yang tergelincir. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis dan hernia.
0 comments:
Posting Komentar