Rabu, 18 Februari 2009

Tuberculosis

Definisi dan Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala bervariasi. Tidak hanya Mycobacterium tuberculosis yang dapat menginfeksi, namun Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum yang ketiganya merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili Microbacteriasese. Tempat masuk kuman ini adalah melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi (Amin, 2006; Mudihardi, 2005).

Di masa lalu, M. tuberculosis strain bovine menginfeksi produk-produk susu, menyebabkan infeksi pada manusia melalui susu yang terinfeksi. Saat ini hampir semua tuberkulosis bovine telah dilenyapkan dari produk-produk susu di sebagian besar negara maju, dan pasteurisasi susu telah menurunkan risiko infeksi pada manusia lebih lanjut (Soedoko, 2005).

Prevalensi Tuberkulosis
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sedangkan angka prevalensi TB di antara tahun 1979-1982 di Jawa Tengah adalah 0,13% dari jumlah penduduk sebesar 26,2 juta kepala (Amin, 2006).
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar dari kasus TB ini, (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 15-50 tahun (Amin, 2006).

Klasifikasi Tuberkulosis Paru
• Secara patologis
- Tuberkulosis primer
- Tuberkulosis pasca-primer (sekunder)
• Secara aktivitas radiologis
- Tuberkulosis paru aktif
- Tuberkulosis paru non aktif
- Tuberkulosis paru quiescent (bentuk aktif yan gmulai menyembuh)
• Secara radiologis
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
- Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter < 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bola bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- For advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis (Amin, 2006).

Klasifikasi Pasien Tuberkulosis Paru
1) Kasus Baru
Pasien belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Relaps
Sebelumnya pasien pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Default
Pasien telah berobat dan putus berobat selama dua bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Failure
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap posotof atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.
5) Transfer In
Pasien yang pindah tempat berobat dari satu tempat ke tempat lain disertai register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, termasuk kasus kronik (Field Lab FK UNS, 2008).

Patogenesis
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Respons ini merupakan raksi hipersensitivitas tipe IV (selular atau lambat) (Pendit, 2005).
Awalnya, infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena sekret makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya (Amin, 2006; Mansjoer; 2005; Mudihardi, 2005).
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau hematogen (Amin, 2006; Pendit, 2005).
Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (Pendit, 2007).

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak napas, nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Terkadang, beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan dalah batuk, cegukan, pernafasan yang cepat, nyeri perut (Mansjoer, 2005).

Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain), adanya penarikan paru, difragma dan mediastinum, terdapat sekret di saluran nafas dan ronkil, suara nafas amforil larena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
c. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB adalah:
• Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
• Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
• Adanya kavitas, tunggal atau ganda
• Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
• Adanya kalsifikasi
• Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
• Bayangan milier
d. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alt histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
f. Tes Mantoux/ Tuberculin
g. Teknik PCR/ Pollymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
h. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi groeth indexi berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.
i. ELISA
Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
j. MYCODOT
Deteksi antobodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah (Mansjoer, 2005).

Penatalaksanaan
a. Obat anti TB (AOT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sediktinya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian adalah untuk mengonversi sputum BTA (+) menjadi BTA (-) melalui kegiatan bakterisid, mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setalah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi dan menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis. Pengobatan ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. OAT yang baisa digunakan adalah isonoazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan ethambutol.
b. Pembedahan pada TB paru
Indikasi Mutlak:
• Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
• Pasien batuk darah masih tidak dapt diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empisema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
Indikasi Relatif:
• Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang-ulang.
• Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
• Sisa kavitas yang menetap.
(Amin, 2006; Mansjoer, 2005)


0 comments: