Senin, 26 Mei 2008

Hipotiroidisme

Hipotiroidisme merupakan keadaan dimana kadar hormon tiroid dalam tubuh mengalami penurunan hingga di bawah harga normal. Hipotiroidisme dapat disebabkan karena berbagai macam hal. Pertama, akan dibahas mengenai hipotiroidisme karena autoimun. Akibat kesalahan pengenalan oleh sistem imun terjadilah autoimun yang selanjutnya berlanjut ke tiroiditis. Setelah terjadinya tiroiditis, terjadi kemunduran kelenjar tiroid, fibrosis, dan akhirnya terjadi pengurangan sekresi atau bisa jadi tidak ada sekresi sama sekali. Hipotiroidisme juga dapat menyebabkan goiter koloid endemic dan goiter koloid non toksik idiopatik. Goiter adalah istilah untuk distensi atau membesarnya kelenjar tiroid. Goiter koloid endemic terjadi apabila pada suatu wilayah, tidak ada kadar iodium yang cukup sehingga lebih dari 10% warganya menderita penyakit ini. Karena iodium jumlahnya tidak mencukupi, maka terjadi penghambatan pembentukan hormon tiroid. Hal ini terjadi karena iodium merupakan bahan baku pembuatan hormon tiroid. Karena prosesnya terganggu, maka tidak terdapat hormon untuk menghambat TSH oleh kelenjar hipofisis. Kadar TSH dalam tubuh akan naik dan menyebabkan tiroid mensekresi tiroglobulin berlebih. Hal ini yang pada akhirnya menyebabkan goiter (Guyton, 1997).

Secara klinis dikenal: (1) Hipotiroidisme sentrall, karena kerusakan hipotalamus / hipofisis; (2) Hipotiroidisme primer, apabila yang rusak adalah kelenjar tiroid; (3) Karena sebab lain seperti farmakologis, defisiensi yodium, dan resistensi perifer. Hipotiroidisme dominan terjadi pada wanita dan dibedakan lagi menjadi klinis dan subklinis. Hipotiroidisme klinik ditandai dengan kadar TSHs yang tinggi dan FT4 yang rendah, sedangkan hipotiroidisme subklinis ditandai dengan TSHs yang tinggi dengan FT4 normal, tanpa / ada gejala yang minimal. Hipotiroidisme adalah merupakan gejala dan tanda yang manifestainya tergantung dari usia, cepat atau tidaknya hipotiroidisme terjadi, ada tidaknya kelainan lain (Sudoyo, 2007)


READ MORE - Hipotiroidisme

Hipertiroidisme

Istilah tirotoksikosis dan hipertiroidisme sering dipertukarkan. Tirotoksikosis berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang ditemukan bila suatu jarinagn memberikan hormon tiroid berlebihan (Mansjoer, 2001). Tirotoksiskosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang beredar pada sirkulasi (Sudoyo, 2006). Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis sebagai akibat produksi hormon tersebut. Contoh penyakit hipertiroidisme yang sering dijumpai adalah Grave’s disease (Mansjoer, 2001., Sudoyo, 2007).

Grave’s disease termasuk penyakit tiroid autoimun yang ditandai oleh hyperplasia kelenjar tiroid serta keluhan dan gejala yang terjadi akibat hiperfungsi kelenjar tersebut. Penyakit ini terjadi mayoritas pada wanita dengan perbandingan wanita : pria, 7 : 1. Grave’s disease adalah penyalit autoimun yang cenderung herediter. Terdapat beberapa mekanisme dari penyakit ini yang ditimbulkan karena reaksi beberapa autoantibodi terhadap reseptor TSH yaitu : 1). Autoantibodi terhadap reseptor TSH atau TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), TSI dalam serum berupa LATS (long-acting thyroid stimulator), adalah IgG yang mengikat reseptor TSH dan menstimulasi aktivitas adenylate cyclase sehingga terjadi peningkatan release hormon tiroid. 2). Thyroid growth-stimulating immunoglobulin (TGI) berperan pada proliferasi epitel folikel tiroid. 3). TSH-binding inhibitor immunoglobulin (T-BII), antibodi antireseptor TSH yang menyamar seperti TSH sehingga terjadi stimulasi aktivitas sel epitel tiroid. Semua mekanisme ini akan berdampak pada kadar TSHs, FT4, dan FT3 pada darah. (BPK PA, 2008)
Pengobatan hipertiroidisme dapat diberikan: 1). Obat Anti-Tiroid, kelompok derivat tiomidazol dan derivat tiourasil (propiltiourasil) dengan dosis 50 mg/100 mg yang akan menghambat proses organifikasi dan reaksi autoimun, tetapi PTU terdapat efek tambahan yaitu menghambat konversi T3 menjadi T4 di perifer. 2). Tiroidektomi, prinsip umumnya operasi baru dapat dijalankan dengan pasien eutiroid baik klinis maupun biokimiawi. 3). Yodium Radioaktif, untuk menghindari pasien dalam keadaan eutiroid. Dosis RAI berbeda, ada yang langsung dengan dosis besar lalu ditambahkan tiroksin sebagai substitusi dan RAI mempunyai efek samping yaitu radiasi, karsinoma, leukemia, dan sebagainya.


READ MORE - Hipertiroidisme

Hormon Tiroid

Hormon tiroid dihasilkan oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid memiliki dua buah lobus, dihubungkan oleh isthmus, terletak di kartilago krokoidea di leher pada cincin trakea ke dua dan tiga. Kelenjar tiroid berfungsi untuk pertumbuhan dan mempercepat metabolisme. Kelenjar tiroid menghasilkan dua hormon yang penting yaitu tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3). Karakteristik triioditironin adalah berjumlah lebih sedikit dalam serum karena reseptornya lebih sedikit dalam protein pengikat plasma di serum tetapi ia lebih kuat karena memiliki banyak resptor pada jaringan. Tiroksin memiliki banyak reseptor pada protein pengikat plasma di serum yang mengakibatkan banyaknya jumlah hormon ini di serum, tetapi ia kurang kuat berikatan pada jaringan karena jumlah reseptornya sedikit. (Guyton. 1997)

Proses pembentukan hormon tiroid adalah: (1) Proses penjeratan ion iodida dengan mekanisme pompa iodida. Pompa ini dapat memekatkan iodida kira-kira 30 kali konsentrasinya di dalam darah; (2) Proses pembentukan tiroglobulin. Tiroglobulin adalah glikoprotein besar yang nantinya akan mensekresi hormon tiroid; (3) Proses pengoksidasian ion iodida menjadi iodium. Proses ini dibantu oleh enzim peroksidase dan hidrogen peroksidase. (4) Proses iodinasi asam amino tirosin. Pada proses ini iodium (I) akan menggantikan hidrogen (H) pada cincin benzena tirosin. Hal ini dapat terjadi karena afinitas iodium terhadap oksigen (O) pada cincin benzena lebih besar daripada hidrogen. Proses ini dibantu oleh enzim iodinase agar lebih cepat. (5) Proses organifikasi tiroid. Pada proses ini tirosin yang sudah teriodinasi (jika teriodinasi oleh satu unsur I dinamakan monoiodotirosin dan jika dua unsur I menjadi diiodotirosin) (6) Proses coupling (penggandengan tirosin yang sudah teriodinasi). Jika monoiodotirosin bergabung dengan diiodotirosin maka akan menjadi triiodotironin. Jika dua diiodotirosin bergabung akan menjadi tetraiodotironin atau yang lebih sering disebut tiroksin. Hormon tiroid tidak larut dalam air jadi untuk diedarkan dalam darah harus dibungkus oleh senyawa lain, dalam hal ini tiroglobulin. Tiroglobulin ini juga sering disebut protein pengikat plasma. Ikatan protein pengikat plasma dengan hormon tiroid terutama tiroksin sangat kuat jadi tiroksin lama keluar dari protein ini. Sedangkan triiodotironin lebih mudah dilepas karena ikatannya lebih lemah. (Guyton. 1997)
Efek hormon tiroid dalam meningkatkan sintesis protein adalah : (1) Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria; (2) Meningkatkan kecepatan pembentukan ATP. Efek tiroid dalam transpor aktif adalah meningkatkan aktifitas enzim NaK-ATPase yang akan menaikkan kecepatan transpor aktif dan tiroid dapat mempermudah ion kalium masuk membran sel. Efek pada tiroid metabolisme karbohidrat adalah menaikkan aktivitas seluruh enzim, pada metabolisme lemak mempercepat proses oksidasi dari asam lemak. Pada plasma dan lemak hati hormon tiroid menurunkan kolesterol, fosfolipid, dan trigliserid dan menaikkan asam lemak bebas. Efek tiroid pada metabolisme vitamin adalah menaikkan kebutuhan tubuh akan vitamin karena vitamin bekerja sebagai koenzim dari metabolisme. (Guyton. 1997)
Regulasi hormon tiroid diprakarsai oleh hormon TSH (Tiroid Stimulating Hormone) yang dilepas hipotalamus. TSH berfungsi untuk: (1) Meningkatkan proteolisis tiroglobulin; (2) Meningkatkan aktivitas pompa iodium; (3) Meningkatkan iodinasi tirosin dan meningkatkan kecepatan proses coupling; (4) Meningkatkan ukuran dan meningkatkan aktivitas sekretorik sel tiroid; (5) Meningkatkan jumlah sel-sel tiroid, disertai perubahan sel kuboid jadi kolumner. Hormon TSH dirangsang oleh TRH (Tirotropin Releasing Hormone). (Guyton. 1997)


READ MORE - Hormon Tiroid

Marasmus Kwashiorkor

Pada skenario disebutkan seorang anak laki-laki (4 th) dengan BB=10 kg dan TB=95cm sudah tidak nafsu makan dan kurus sejak 3 bulan yang lalu, tangan dan kaki sering kram, dan rabun senja. Tanda-tanda lain yang tampak adalah kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, kulit keriput, otot atrofi, turgor jelek, wajah nampak tua, rambut mudah dicabut. Pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan: bintik bitot, abdomen sejajar torak, gambaran usus jelas pada dinding abdomen, hepatomegali, badan teraba dingin, pitting edema pada ekstermitas bawah, dan reflek patella negative. Penderita didiagnosis marasmik kwashiorkor, defisiensi vitamin, dan mineral.
Dari data mengenai BB dan TB pada penderita, diketahui bahwa penderita memiliki TB yang normal tetapi memiliki BB yang kurang dari normal. Untuk anak laki-laki seusianya, BB seharusnya adalah berkisar antara 12,9 – 20,7 kg (WHO – NCHS). Untuk berat badan <10,9 kg untuk anak laki-laki usia 4 tahun dapat digolongkan ke dalam kategori gizi buruk.

Kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, wajah nampak tua, otot atrofi, abdomen sejajar torak, gambaran usus jelas pada dinding abdomen menunjukkan pasien kekurangan energi (kalori). Oleh karena itu tubuh memecah lemak dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi.
Pitting edema yang yang terjadi merupakan akibat dari malnutrisi protein sehingga jumlah asam amino dalam serum jumlahnya sangat terbatas. Meskipun terjadi malnutrisi protein, penderita masih mendapat asupan karbohidrat. Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna menjadi glukosa, dan kadar glukosa darah yang naik akan menyebabkan naiknya kadar insulin. Naiknya produksi insulin menyebabkan timbulnya pengangkutan secara aktif sebagian asam amino dalam serum ke dalam sel-sel otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hepar. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, albumin merupakan salah satu protein darah. Apabila kadar albumin dalam darah menurun makan akan menyebabkan turunnya tekanan osmotic dan naiknya permeabilitas pembuluh kapiler darah sehingga plasma darah keluar menuju jaringan disekitarnya dan menyebabkan pitting edema.
Hepatomegali terjadi akibat tidak dapat terangkutnya trigliserida dalam hati akibat gangguan pembentukkan lipoprotein β sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak terganggu sehingga terjadi perlemakan hari yang menyebabkan hepatomegali.
Pada konjungtiva penderita juga ditemukan adanya bintik bitot. Bintik bitot ini terjadi sebagai kelanjutan dari rabun senja yang sudah diderita semenjak tiga bulan yang lalu. Rabun senja merupakan gejala dini defisiensi vitamin A, yang terjadi akibat terhambatnya sekresi RBP sehingga berakibat terganggunya sintesis rodopsin. Salah satu fungsi vitamin A adalah menjaga epitel konjungtiva agar tidak kering. Akibat tidak adanya vitamin A, terjadilah pengeringan epitel konjungtiva yang akan nampak sebagai bercak kering bergaris-garis di daerah nasal atau temporal kornea (xerosis konjungtiva). Selanjutnya bercak bergaris pada konjungtiva bulbi tersebut akan terlihat sebagai bercak putih mengkilat yang lebih besar dan berbentuk segitiga, inilah yang dinamakan dengan bintik bitot.
Rambut mudah dicabut karena penurunan ekskresi hidroksiprolin. Hidroksiprolin adalah protein yang merupakan bagian dari kolagen yang bertugas sebagai penyambung dan pemberi rangka luar dari seluruh jaringan tubuh termasuk pada rambut. Jika hidroksiprolin ini berkurang maka kolagen juga akan berkurang dan rambut mudah dicabut.
Pada keadaan fisiologis ketika patella diberi rangsangang akan timbul gerak reflek yang disebut reflek patella. Hal ini terjadi karena kontraksinya muskulus quardacept di regio femuralis. Pada keadaan defisiensi mineral seperti na tidak ada yang menghantarkan rangsang dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya karena natriumlah yang berperan mengisi pada celah sinapsis. Tidak hanya itu untuk melakukan hal itu perlu adanya energi yang cukup. Pada kasus tidak terjadi reflek patella atau negatif.
Dari gejala-gejala yang ditimbulkan dapat didiagnosis pasien menderita marasmik kwasiorkor disertai dengan defisiensi vitamin dan mineral. Penatalaksanaan dari Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth)
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
• Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
• Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
• Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.

3. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja.Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
§ Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
§ Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
• Hb < 4 g/dl
• Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Ø Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Ø Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.

READ MORE - Marasmus Kwashiorkor

Senin, 05 Mei 2008

Hyperaldosteron

Hyperaldosteronisme adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh produksi berlebihan aldosteron. Aldosteron berfungsi untuk meningkatkan reabosrbsi natrium tubulus proksimal ginjal dan menyebabkan menyebabkan ekskresi kalium dan ion hidrogen. Konsekuensi klinis kelebihan aldosteron adalah retensi natrium dan air, peningkatan volume cairan ekstra sel dan hipertensi. Selain itu, juga terjadi hipernatremia, hipokalemia, dan alaklosis metabolik. (David, 2006)

Ada dua jenis hyperaldosteronisme: (1) primer dan (2) sekunder. Pada hyperaldote-risme primer (Sindrom Conn), kelebihan produksi aldosteron terjadi akibat adanya tumor atau hiperplasia korteks adrenal. Hyperaldoterisme sekunder timbul pada keadaan ketika terdapat penurunan tekanan arteriola dan aferen glomerulus ginjal, sehingga menyebabkan perangsangan sistem renin-angiotensin. Angiotensin merangsang produksi aldosteron. Terlihat pada gagal jantung kongestif, sirosis hati, dan sistem metabolik. Gambaran klinis penyakit ini adalah hipertensi dan hipokalemia. (David, 2006)
READ MORE - Hyperaldosteron

Cushing Sindrom

Hipersekresi oleh korteks adrenal akan menyebabkan timbulnya sekumpulan efek hormonal yang disebut sebagai cushing sindrom. Penyakit ini disebabkan oleh semua keadaan yang menyebabkan peningkatan glukokortikoid. Dalam praktek klinis, sebagian besar kasus cushing sindrom disebabkan oleh pemberian glukokortikoid eksogen (cushing sindrom iatrogenik). Penyebab lain bersifat endogen dan disebabkan oleh salah satu dari berikut : (1) Penyakit primer hipotalamus-hipofisis yang menyebabkan hiper-sekresi ACTH; (2) Hiperplasia atau neoplasma adrenokorteks primer ; (3) Sekresi ACTH ektopik oleh neoplasma non endokrin. (Guyton, 1997; Kumar, 2007)

Penyakit primer hipotalamus-hipofisis yang berkaitan dengan pengeluaran berlebihan ACTH, yang juga dikenal sebagai penyakit Cushing, merupakan penyebab lebih dari separuh kasus sindrom Cushing endogen spontan. Pada sebagian besar pasien ini, kelenjar hipofisis mengandung sebuah adenoma penghasil ACTH (mikroadenoma hipofisis) yang tidak menimbulkan efek massa di otak. Adenoma ini kurang peka terhadap efek umpan balik kortisol dibandingkan dengan yang normal. Pada pasien lain hipofisis anterior mengandung daerah hiperplasia sel kortikotrof tanpa adenoma nyata. Hal ini diakibatkan stimulasi berlebihan pengeluaran ACTH akibat sinyal (misalnya CRH) dari hipotalamus. (Kumar, 2007)
Neoplasma dan hiperplasia adrenokorteks primer membentuk sekitar 25% hingga 30% kasus Cushing sindrom endogen. Varian ini berfungsi secara otonom sehingga disebut Cushing sindrom independen-ACTH. Pada sebagian besar kasus Cushing sindrom adrenal disebabkan oleh neoplasma adrenokorteks unilateral, yang mungkin jinak atau ganas. Sekresi ACTH ektopik dan tumor nonendokrin merupakan penyebab sebagian besar Cushing sindrom endogen sisanya. (Kumar, 2007)
Gejala klinis penyakit ini adalah obesitas badan (truncal obesity), hipertensi, mudah lelah kelemahan, amenorea, hirsutisme, striae abdomen berwarna ungu, edema, glukosuria, osteoporosis, dan tumor basofilik hipofisis. (Sjafii, 2007)

READ MORE - Cushing Sindrom

Kelenjar Adrenal

Kelenjar adrenal terletak di kutub superior kedua ginjal. Kelenjar ini beratnya kira-kira 4 gram. Kelenjar ini terdiri atas dua bagian yang berbeda, yaitu : (1) Medula Adrenal yang berada di pusat, bagian ini kira-kira 20% dari keseluruhan kelenjar adrenal, berkaitan dengan sistem saraf simpatis, bertugas untuk mensekresi hormon epinefrin dan norepinefrin; (2) Korteks Adrenal. Bagian ini berada di luar dan berfungsi untuk mensekresi hormon kortikosteroid dan androgen. Hormon kortikosteroid dibagi menjadi : (1) Mineralkortikosteroid, contohnya aldosteron. Berfungsi mempengaruhi elektrolit (mineral) cairan ekstraseluler dan metabolisme Na & K. Volum cairan diatur melalui efek langsung pada collecting tubule, dimana aldosteron menyebabkan penurunan potensial transmembran, peningkatan aliran ion positif, seperti kalium, keluar dari sel ke dalam lumen. Ion natrium yang direabsorbsi diangkut keluar epitel tubulus dikirim ke dalam cairan interstisiel ginjal dan dari sana kedalam sirkulasi kapiler ginjal. Air secara pasif pengangkutan natrium; (2) Glukokortikoid, contohnya kortisol. Efek fisiologi glukokortikoid termasuk pengaturan metabolisme protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat. Peran kortisol dalam meningkatkan konsentrasi gula darah adalah dengan bekerja sebagai antagonis insulin dan dengan menekan sekresi insulin,dengan demikian menghambat ambilan glukosa perifer, mempromosikan sintesa glukosa hati (glukoneogenesis) dan meningkatkan kandungan glikogen hati. Glukokortikoid juga memiliki kandungan anti inflamasi yang berkaitan dengan efek mikrovaskulatur dan menekan sitokin inflamasi. (Guyton, 1997; Sjafii, 2007)

Androgen mengatur penanda seks sekunder pada laki-laki dan dapat menyebabkan sindrom kelaki-lakian (virilizing) pada perempuan. Steroid dengan predominan aktivitas androgenik mempunyai 19 atom karbon. Androgen adrenal utama adalah DHEA (dehidroepiandrosteron), androstenedion, dan 11-hidroksiandrostenedion. DHEA dan androstenedion adalah androgen lemah dan meningkatkan efeknya via konversi menjadi testosteron androgen poten di jaringan ekstraglandular. DHEA juga mempunyai efek yang belum jelas pada sistem imun dan kardiovaskuler. Pembentukan androgen adrenal diatur oleh ACTH, bukan gonadotropin. Androgen adrenal tertekan dengan pemberian glukokortikoid eksogen. (Sjafii, 2007)
READ MORE - Kelenjar Adrenal