Selasa, 03 Juni 2008

Carcinoma Servix

Etiologi
Penyebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiannya mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ekstrinsik, diantaranya yang penting: jarang ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang kawin daripada yang tidak kawin, terutama pada gadis yang koitus pertama (coitarche) dialami pada usia amat muda (<16 tahun), insidensi meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak persalinan yang terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (hygiene seksual yang jelek), aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), kebiasaan merokok, dan sering ditemukan pada wanita yang mengalami infeksi virus HPV (Human Papilloma Virus). Lebih dari 20 tipe HPV berbeda yang mempunyai hubungan dengan karsinoma servikal, HPV-16, 18, dan 31 mempunyai angka neoplasia intraepithelial servikal (CIN) yang lebih tinggi. Ada pula anggapan bahwa supresi imunitas berperan terhadap terjadinya penyakit ini (Prawirohardjo, 1999; Price, 2006; Raybun, 2001).

Patologi
Karsinoma serviks timbul di batas antara epitel yang mengalami ektoserviks (porsio) dan endoserviks kanalis serviks yang disebut sebagai squamo-columnar junction (SCJ). Histologik antara epitel squamous complex dari porsio dengan epitel kuboid/silindris pendek selapis bersilia dari endoserviks. Pada wanita muda SCJ ini berada di luar ostium uteri eksternum, sedang pada wanita berumur >35 tahun, SCJ berada di dalam kanalis serviks. Maka untuk melakukan Pap smear yang efektif, yang dapat mengusap zona transformasi, harus dikerjakan dengan skraper dari Ayre atau cytobrush sikat khusus. Pada awal perkembangannya kanker serviks tak memberi tanda-tanda dan keluhan. Pada pemeriksaan dengan spekulum, tampak porsio yang erosif (metaplasi squamousa) yang fisiologik atau patologik (Prawirohardjo, 1999).
Tumor dapat tumbuh: 1) eksofitik mulai dari SCJ ke arah lumen vagina sebagai masa proliferatif yang mengalami infeksi sekunder dan nekrosis; 2) endofitik mulai dari SCJ tumbuh ke dalam stroma serviks dan cenderung untuk mengadakan infiltrasi menjadi ulkus; 3) ulseratif mulai dari SCJ dan cenderung merusak struktur jaringan serviks dengan melibatkan awal fornises vagina untuk menjadi ulkus yang luas (Prawirohardjo, 1999).
Serviks yang normal, secara alami mengalami proses metaplasi (erosion) akibat saling desak mendesaknya kedua jenis epitel yang melapisinya. Dengan masuknya mutgen, porsio yang erosif (metaplasia squamosa) yang semula fisiologik dapat berubah menjadi patologik melalui tingkatan NIS-I, II, III dan KIS untuk akhirnya menjadi karsinoma invasif. Sekali menjadi invasif, proses keganasan akan berjalan terus (Prawirohardjo, 1999).
Periode laten (dari NIS-I s/d KIS) tergantung dari daya tahan tubuh penderita. Umumnya fase prainvasif berkisar antara 3-20 tahun. Perubahan epitel displastik serviks secara kontinu yang masih memungkinkan terjadinya regresi spontan dengan pengobatan/tanpa diobati itu dikenal dengan Unitarian concept dari Richart. Histopatologik sebagian terbesar berupa epidermoid atau squamous cell carcinoma, sisanya adenokarsinoma, clearcell carcinoma/mesonephroid carcinoma, dan yang paling jarang adalah sarcoma (Prawirohardjo, 1999).

Tingkatan pra-maligna
Porsio yang erosif dengan ektropion bukanlah termasuk lesi pra-maligna, selama tak ada bukti adanya perubahan displastik dari SCJ. Penting untuk dapat menggaet sel-sel dari SCJ untuk pemeriksaan eksofoliatif sitologi, meskipun pada pemeriksaan ini ada kemungkinan terjadi false negatif atau false positive. Perlu ditekankan bahwa terapi hanya boleh dilakukan atas dasar bukti histopatologik. Oleh sebab itu, untuk konfirmasi hasil Pap smear, perlu tindak lanjut upaya diagnostik biopsi serviks (Prawirohardjo, 1999).

Penyebaran
Pada umumnya secara limfogen melalui pembuluh getah bening menuju 3 arah: a) ke arah fornises dan dinding vagina, b) ke arah korpus uterus, dan c) ke arah parametrium dan dalam tingkatan yang lanjut menginfiltrasi septum rektovaginal dan kandung kemih (Prawirohardjo, 1999).
Melalui pembuluh getah bening dalam parametrium kanan dan kiri sel tumor dapat menyebar ke kelenjar iliak luar dan kelenjar iliak dalam. Penyebaran melalui pembuluh darah tidak lazim. Karsinoma serviks umumnya terbatas pada daerah panggul saja. Tergantung dari kondisi imunologik tubuh penderita KIS akan berkembang menjadi mikro invasif dengan menembus membrane basalis dengan kedalaman invasi <1 mm dan sel tumor belum terlihat dalam pembuluh limfa atau darah. Jika sel tumor sudah terdapat >1 mm tetapi sudah tampak berada dalam pembuluh limfa atau darah, maka prosesnya sudah invasif. Tumor mungkin telah menginfiltrasi stroma serviks, akan tetapi secara klinis belum tampak sebagai karsinoma. Tumor yang demikian disebut sebagai ganas praklinik. Sesudah tumor menjadi invasif, penyebaran secara limfogen menuju kelenjar limfa regional dan secara perkontinuitatum (menjalar) menuju fornises vagina, korpus uterus, rectum, dan kandung kemih. Penyebaran limfogen ke parametrium akan menuju kelenjar-kelenjar iliak, obturator, hipogastrika, prasakral, praaorta, dan seterusnya secara teoritis dapat lanjut melalui trunkus limfatikus di kanan dan vena subklavia di kiri mencapai paru-paru, hati, ginjal, tulang, dan otak (Prawirohardjo, 1999).
Biasanya penderita sudah meninggal lebih dahulu disebabkan oleh perdarahan-perdarahan yang eksesif dan gagal ginjal menahun akibat uremia oleh karena obstruksi ureter di tempat ureter masuk ke dalam kandung kemih (Prawirohardjo, 1999).

Gambaran klinik dan diagnosis
Keputihan merupakan gejala yang paling sering ditemukan. Getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi ulseratif. Perdarahan yang dialami setelah koitus merupakan gejala karsinoma serviks (Prawirohardjo, 1999).
Perdarahan yang timbul akibat terbukanya pembuluh darah makin lama akan lebih sering terjadi, juga diluar senggama (perdarahan spontan). Perdarahan spontan umumnya terjadi pada tingkat klinik yang lebih lanjut terutama pada tumor yang bersifat eksofitik. Pada wanita usia lanjut yang sudah tidak melayani suami secara seksual atau wanita menopause biasanya datang terlambat untuk meminta pertolongan. Perdarahan spontan pada saat defekasi perlu dicurigai kemungkinan adanya karsinoma serviks tingkat lanjut. Adanya bau busuk yang khas memperkuat dugaan adanya karsinoma. Anemia akan menyertai sebagai akibat perdarahan pervaginam yang berulang. Rasa nyeri akibat infiltrasi sel tumor ke serabut saraf, memerlukan pembiusan umum untuk dapat melakukan pemeriksaan dalam yang cermat, khususnya pada lumen vagina yang sempit dan dinding yang sklerotik dan meradang. Gejala lain yang dapat timbul ialah gejala yang timbul karena metastasis jauh. Sebelum tingkat akhir, penderita meninggal akibat perdarahan yang eksesif, kegagalan faal ginjal akibat infiltrasi tumor ke ureter sebelum memasuki kandung kemih, yang menyebabkan obstruksi total. Membuat diagnosis karsinoma serviks uterus yang klinis sudah agak lanjut tidaklah sulit. Yang jadi masalah ialah, bagaimana mendiagnosis dalam tingkat yang sangat awal, misalnya pada tingkat pra-invasif, lebih baik bila dapat menangkapnya dalam tingkatan pra-maligna (displasia) (Prawirohardjo, 1999).

E. Adenocarsinoma Endometrium
Terutama pada usia lanjut, 75% setelah menopause. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwa stimulasi estrogen yang cukup lama dalam dosis yang cukup tinggi erat hubungannya dengan adenokarsinoma ini. Gejala yang tersering leukore, perdarahan vaginal ireguler, dan yang menyolok adalah perdarahan post menopausal (95%), disertai rasa nyeri dan fluor albus. Gambaran makroskopisnya tumbuh menonjol ke dalam cavum uteri, sehingga rongga rahim penuh dengan massa tumor. Uterus membesar jarang melebihi dua kali ukuran normal. Bentuk difus tumbuh pada sebagian besar dari endometrium, penuh dengan bentukan poliploid. Bentuk poliploid karena rapuh sering nekrotik diikuti ulcerasi pada permukaannya. Bentuk lokal dapat tumbuh pada setiap tempat dari endometrium terutama dinding posterior. Bentuk seringkali papiler atau poliploid yang sedikit menonjol. Gambaran mikroskopisnya adanya kelenjar-kelenjar yang proliferatif dengan sel epitel lebih dari selapis disertai tanda-tanda keganasan, sel-sel tumor berbentuk poligonal, invasi sel tumor ke stroma endometrium yang padat. Selain itu juga terdapat jaringan nekrotik. Penyakit dapat bermetastase secara limfogen lokal (limfonodi para aorta), perkontinuitatum (peritoneum leat tuba fallopii), hematogen (hati, paru, tulang melalui tumor sekunder vagina, ovarium). (Bagian PA UNS, 2008)


2 comments:

ais mengatakan...

ulkus portio tu gejalanya bukan???

nadia mengatakan...

ini nama buku summber nya apa ya? hehe mksh