Tetanus disebabkan oleh bakteri gram positif berbentuk batang, Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan toksin tetanospamin dan tetanolisin. Tetanolisin merusak jaringan yang masih hidup dan mengoptimalkan kondisi untuk multiplikasi bakteri dan tetanospamin yang menghasilkan sindrom tetanus. Toksin dalam jumlah sangat kecil bisa mematikan bagi manusia. Bakteri ini memiliki banyak tipe yang dibedakan oleh antigen flagel. Bakteri ini tidak bersifat invasif. Bakteri ini menghasilkan spora. Spora yang dihasilkan tidak berwarna, berbentuk oval, menyerupai raket tenis atau paha ayam. Spora dapat bertahan bertshun-tahun pada lingkungan tertentu, tahan sinar matahari, resisten terhadap berbagai macam desinfektan serta pendidihan selama 20 menit. (Rahim, 1994; Brooks, 2005; Ismanoe, 2007)
Patogenesis
Tetanospamin berikatan dengan reseptor di membran prasinaps pada motor neuron. Kemudian bergerak ke hulu melalui sistem transpor aksonal retrograd menuju cell bodies neuron-neuron tersebut hingga medula spinalis dan batang otak.Toksin berdifusi ke terminal dari sel inhibitor, termasuk interneuron glisinergik dan neuron yang mensekresi asam aminobutirat dari batang otak. Toksin menurunkan sinaptobrevin, yaitu protein yang berperan mengikat vesikel neurotansmiter pada membran parasinaps. Pengeluaran glisin inhibitor dan asam aminobutirat gama diblok dan motor neuron tidak dihambat. Hiperrefleksia, spasmeotot dan paralisis spastik terjadi. (Brooks, 2005)
Manifestasi Klinik
Manifestasi klinik yang muncul dapat diklasifikasi beratnya menurut Abblet menjadi :
1. Derajat I (ringan)
Trismus ringan sampai sedang, spastisitas generalisata, tanpa gangguan pernafasan, tanpa spasme, sedikit atau tanpa disfagia.
2. Derajat II (sedang)
Trismus sedang, rigiditas yang nampak jelas, spasme singkat ringan sampai sedang, gangguan pernafasan sedang dengan frekuensi pernafasan lebih dari 30, disfagia ringan.
3. Derajat III (berat)
Trismus berat, spastisitas generalisata, spasme refleks berkepanjangan, frekuensi pernafasan lebih dari 40, serangan apneua, disfagia berat, dan takikardi >120.
4. Derajat IV (sangat berat)
Derajat tiga dengan gangguan otonomik berat menggunakan sistem kardiovaskuler. Hipertensi berat dan takikardia terjadi berselingan dengan hipotensi dan bradikardia, salah satunya dapat menetap.
(Ismanoe, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis tetanus mutlak didasarkan gejala klinis. Tetanus tidaklah mungkin apabila terdapat riwayat serial vaksinasi yang telah diberikan secara lengkap dan vaksin ulangan yang sesuai telah diberikan. Sekret luka hendaknya dikultur pada kasus yang dicurigai tetanus. Jumlah leukosit kemungkinan meningkat. (Ismanoe, 2007)
Penatalaksanaan
Strategi terapi melibatkan tiga prinsip penatalaksanaan: organisme yang terdapat dalam tubuh hendaknya dihancurkan untuk mencegah pelepasan toksin lebih lanjut; toksin yang terdapat dalam tubuh, di luar sistem saraf pusat hendaknya dinetralisasi; dan efek dari toksin yang telah terikat pada sistem saraf pusat diminimasi. (Ismanoe, 2007)
0 comments:
Posting Komentar