Jumat, 27 Juni 2008

Mata Kuning

Pada skenario kali ini disebutkan seorang penderita (20 tahun) dengan keluhan utama mata berwarna kuning sejak satu minggu. Pada anamnesis diketahui keluhan ini disertai febris sejak 10 hari, tidak sampai menggigil, nausea dan vomitus, teman kosnya juga menderita keluhan yang sama. Penderita sering makan di warung dekat kosnya. Hasil pemeriksaan fisik didapatkan sklera ikterik, hepatomegali, nyeri tekan regio hipokondria kanan, murphy sign (-). Hasil pemeriksaan lab didapatkan leukopenia, hiperbilirubinemia, peningkatan enzim hepar, HbsAg (-), Anti HAV (+), darah tebal tipis malaria (-), serologi untuk Salmonella thypii, Leptospirosis, dan Dengue Hemoragic Fever (-).

Dari hasil anamnesis pasien diagnosis dapat menjurus ke beberapa penyakit seperti: hepatitis A, hepatitis B, malaria, DHF, leoptospirosis, dan demam tifoid.. Selanjutnya hasil pemeriksaan fisik pasien didapatkan sklera ikterik, hepatomegali, nyeri tekan regio hipokondria kanan. Hal ini menunjukkan adanya gangguan pada hepar pasien tapi belum dapat membantu untuk menegakkan diagnosis. Kemudian dari hasil pemeriksaan lab didapatkan leukopenia, hiperbilirubinemia, peningkatan enzim hepar, HbsAg (-), Anti HAV (+), darah tebal tipis malaria (-), serologi untuk Salmonella thypii, Leptospirosis, dan Dengue Hemoragic Fever (-). Dari hasil itu penulis dapat mendiagnosis pasien menderita Hepatitis A.
Hepatitis A disebabkan oleh virus HAV (Hepatitis A Virus). Virus ini adalah anggota terpisah dari famili picornavirus. HAV merupakan partikel bulat 27-32 nm dengan simetri kubus, mengandung genom RNA untai tunggal yang lurus beryukuran 7,5 kb. HAV memiliki sifat stabil pada pemberian ether 20%, asam (pH 1,0 selama 2 jam), dan panas (60ºC selama 1 jam). Virus dapat dihancurkan dengan merebus dalam air selama 5 menit, dengan pemanasan kering (180ºC selama 1 jam), radiasi ultraviolet, formalin, dan klorin. Memanaskan makanan pada suhu > 85ºC selama 1 menit sangat penting untuk inaktivasi HAV. Adanya virus ini menunjukkan ketidakhigienisan dari suatu tempat. Hal ini mendukung pernyataan pasien bahwa ia dan temannya sering makan di warung. Dapat disimpulkan warung tersebut kurang higienis.
Seperti yang telah kita ketahui sebelumnya, suatu infeksi dapat mengakibatkan reaksi peradangan yang dapat menaikkan suhu tubuh seperti gejala febris yang dikeluhkan pada kasus ini. Sklera ikterik timbul akibat terjadinya hiperbilirubinemia yang terjadi akibat adanya kerusakan pada hati, sehingga hati tidak dapat mengekskresikan bilirubin secara normal. Nausea dan vomitus disebabkan karena adanya rangsangan pada hepar. Seperti telah diketahui bahwa bila dinding sel hepar terangsang oleh adanya toksik, maka nervus vagus akan terangsang dan menghasilkan neurotransmitter seperti serotonin. Serotonin inilah yang dapat merangsang pusat vomit, lalu pusat vomit akan merangsang otot-otot lambung sehingga terjadilah vomitus.
Adanya hiperbilirubinemia dan peningkatan enzim hepar mengindikasikan kerusakan hepar. Hal ini terjadi diakibatkan karena adanya reaksi imun dari tubuh terhadap virus yang dipacu oleh replikasi virus di hati. Replikasi virus hepatitis A termasuk ke dalam jalur lisis. Pertama-tama virus akan menempel di reseptor permukaan sitoplasma, RNA virus masuk, pada saat yang sama kapsid yang tertinggal di luar sel akan hilang, di dalam sel RNA virus akan melakukan translasi, hasil dari translasi terbagi dua yaitu kapsid baru dan protein prekusor untuk replikasi DNA inang, DNA sel inang yang sudah dilekati oleh protein prekusor virus melakukan replikasi membentuk DNA sesuai dengan keinginan virus, DNA virus baru terbentuk, kapsid yang sudah terbentuk dirakit dengan DNA virus menjadi sebuah virion baru, virus baru yang sudah matang keluar dan mengakibatkan sel lisis oleh sel-sel fagosit. Lisis menyebar sampai bagian hati yang disebut saluran bilier dan mengakibatkan hiperbilirubin dan peningkatan enzim hepar. Hepatomegali juga merupakan sebuah respon tubuh terhadap HAV. Lisisnya jaringan hati memicu hati untuk berproliferasi sehingga terkadang kecepatan lisis lebih lambat daripada kecepatan proliferasi sehingga menimbulkan pembengkakan hati.
Penulis telah dapat mendiagnosis penyakit yang diderita. Langkah selanjutnya penatalaksanaan. Jika pasien mengalami dehidrasi berat dapat dirujuk untuk rawat inap. Tidak ada terapi medicamentosa untuk hepatitis A karena pasien bisa sembuh sendiri. Pemeriksaan bilirubin pada minggu kedua dan ketiga untuk pemantauan. Pembatasan aktivitas fisik juga diperlukan agar tidak membebani hati. Terkahir adalah melakukan diet mengandung zat hepatotoksin. Prognosis untuk hepatitis A pada anak-anak adalah baik tapi bila terjadi pada orang dewasa bisa lebih buruk, namun tetap baik. Hepatitis A dapat dicegah dengan melakukan imunisasi hepatitis A.


1 comments:

dr.coz mengatakan...

Untuk patofisilogi saya ingin berkomentar. Hiperbilirubinemia yang terjadi pada kasus ini dikarenakan karena gangguan uptake/konjugasi dari bilirubin I menjadi bilirubuin II. jadi sebenarnya bukan gangguan sekresi melainkan gangguan uptake/konjjugasi yang permasalahannya terdapat lisis dari sel hepatosit.Sehingga bilirubin yang terdapat dalam darah sebenarnya adalah bilirubin I(Indirect) dan harus dibuktikan dengan pemeriksaan lab bil I,II, dan bilirubin total.
untuk penatalaksanaan saya ingin menambahkan. pada kasus ini semestinya diberikan obat-obat hepatoprotektor. obat tersebut berguna untuk melindungi sel hepatosit yang sehat.perlu di ingat,obat ini hanya melindungi sel hepatosit sehat dan tidak dapat mencover sel hepatosit yang sudah mengalami kerusakan.namun sel akan melakukan regenerasi kembali.dan seandainya kerusakan sudah parah maka akan terbentuk fibrosis jaringan hati sepertinya pada kasus hepatitis B/C.Terima kasih. semoga ilmu yang saya berikan dapat berguna untuk adik dan pembaca sekalian.

salam
dr.Kosasih