Jumat, 05 Desember 2008

Miastenia Gravis

Definisi
Miastenia gravis adalah gangguan fungsi neuromuskular yang diduga disebabkan oleh adanya antibodi terhadap reseptor asetilkolin pada persambungan neuromuskular; ciri-cirinya meliputi kelelahan dan kehabisan tenaga pada system muskular dengan kecenderungan berfluktuasi dalam keparahan, tanpa gangguan sensorik atau atrofi (Dorland, 2006).

Klasifikasi miastenia gravis
Dapat dibagi menjadi 5:
1. Kelompok I: Miastenia okular
Hanya menyerang otot-otot okular, disertai ptosis dan diplopia. Sangat ringan, tidak ada kasus kematian.
2. Kelompok IIA: Miastenia umum ringan
Awitan lambat, biasanya pada mata, lambat laun menyebar ke otot-otot rangka dan bulbar. System pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat baik. Angka kematian rendah.
3. Kelompok IIB: Miastenia umum sedang
Awitan bertahap dan sering disertai gejala-gejala okular, lalu berlanjut semakin berat dengan terserangnya seluruh otot-otot rangka dan bulbar. Disartria, disfagia dan sukar mengunyah lebih nyata dibanding miastenia gravis umum ringan. Otot-otot pernapasan tidak terkena. Respon terhadap terapi obat kurang memuaskan, aktivitas pasien terbatas, angka kematian rendah.
4. Kelompok III: Miastenia berat akut
Awitan yang cepat dengan kelemahan otot-otot rangka dan bulbar yang berat disertai mulai terserangnya otot-otot pernapasan. Biasanya penyakit berkembang maksimal dalam waktu 6 bulan. Respon terhadap obat buruk. Insiden krisis miastenik, kolinergik maupun krisis ganbungan keduanya tinggi. Tingkat kematian tinggi.
5. Kelompok IV: Miastenia berat lanjut
Timbul paling sedikit dua tahun sesudah awitan gejala-gejala kelompok I atau II. Miastenia gravis berkembang secara perlahan-lahan atau secara tiba-tiba. Respon terhadap obat dan prognosis buruk.

Tanda Khas Miastenia Gravis
• Kelemahan otot voluntar berfluktuasi, terutama otot wajah dan otot ekstraokular
• Kelemahan otot meningkat dengan aktivitas
• Kekuatan otot meningkat setelah istirahat
• Kekuatan otot meningkat sebagai respon terhadap pengobatan (antiasetil-kolinesterase) (Kumar, 2006).

Diagnosis Miastenia Gravis
• Anamnesis
• Pemeriksaan fisik: meliputi pemeriksaan muscle test
Muscle Grading Chart
Musle Gradation Description
5-normal ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan penuh
4-baik ROM lengkap melawan gravitasi dengan tahanan sedang
3-sedang ROM penuh melawan gravitasi
2-lemah ROM penuh, dieliminir oleh gravitasi
1-batas Kontraksi ringan, tanpa gerak sendi
0-nol Tanpa kontraksi
(Rachmah, 2008).
• Pemeriksaan penunjang:
- Tes antikolinesterase: digunakan edrofonium (tensilon), suatu antikolinesterase kerja pendek, yang diberikan intravena dalam beberapa detik dan efeknya akan berakhir dalam beberapa menit.
- Elektromiografi: akan tampak gambaran frekuensi yang rendah (2-4 Hz); stimulasi berulang akan menghasilkan penurunan amplitudo dari evoked motot responses.
- Antibodi AChR: hasil positif bersifat diagnostik; walaupun demikian hasil positif tidak berkolerasi dengan derajat penyakit.
- CT-scan atau MRI: untuk melihat adanya timoma (Setiohadi, 2006).

Penatalakasanaan
1. Terapi medikamentosa
• Terapi antikolinesterase
Neostigmin  bekerja dengan cara memperpanjang kerja dari asetilkolin, yang merupakan senyawa alami di dalam tubuh. Neostigmin menghambat aksi dari enzim asetilkolinesterase. Neostigmin menyebabkan perlambatan detak jantung, oleh karena itu sering dikombinasi dengan obat parasimpatolitik seperti atropine atau glycopyrrolate.
Pyridostigmin adalah parasimpatomimetik dan merupakan penghambat reversible kolinesterase. Dengan bentuk kuartener amin, pyridostigmin kurang diserap oleh usus dan tidak dapat melewati sawar darah otak. Pyridostigmin digunakan untuk mengobati otot yang lemah pada penderita miastenia gravis dan menghilangkan keracunan karena obat jenis kurare.
• Imunosupresi:
Terapi steroid  glukokortikoid, jika digunakan secara tepat, menyebabkan perbaikan pada kelemahan miastenik pada sebagian besar pasien. Pasien dengan terapi glukokortikoid jangka panjang harus diikuti dengan hati-hati untuk mencegah atau mengobati efek samping yang buruk.
Obat imunosupresif lain  azatioprin, siklosporin atau kadang-kadang siklofosfamid efektif pada banyak pasien, baik sendiri atau kombinasi dengan terapi glukokortikoid.
• Plasmaferesis: plasma yang mengandung antibody yang patogenik, dipisahkan secara mekanis dari sel darah, yang dikembalikan kepada pasien dalam suatu medium yang cocok. Plasmaferesis menyebabkan pengurangan jangka pendek dalam antibodi AChR, dengan perbaikan klinis pada banyak pasien.
2. Pembedahan
Timektomi: operasi ini menawarkan kemungkinan manfaat jangka panjang. Pada beberapa kasus mengurangi atau menghentikan kebutuhan akan terapi medis yang berkelanjutan. (Drachman, 2007)

0 comments: