Pada skenario disebutkan seorang anak laki-laki (4 th) dengan BB=10 kg dan TB=95cm sudah tidak nafsu makan dan kurus sejak 3 bulan yang lalu, tangan dan kaki sering kram, dan rabun senja. Tanda-tanda lain yang tampak adalah kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, kulit keriput, otot atrofi, turgor jelek, wajah nampak tua, rambut mudah dicabut. Pada pemeriksaan lebih lanjut didapatkan: bintik bitot, abdomen sejajar torak, gambaran usus jelas pada dinding abdomen, hepatomegali, badan teraba dingin, pitting edema pada ekstermitas bawah, dan reflek patella negative. Penderita didiagnosis marasmik kwashiorkor, defisiensi vitamin, dan mineral.
Dari data mengenai BB dan TB pada penderita, diketahui bahwa penderita memiliki TB yang normal tetapi memiliki BB yang kurang dari normal. Untuk anak laki-laki seusianya, BB seharusnya adalah berkisar antara 12,9 – 20,7 kg (WHO – NCHS). Untuk berat badan <10,9 kg untuk anak laki-laki usia 4 tahun dapat digolongkan ke dalam kategori gizi buruk.
Kurus, lemah, lemak subkutan menghilang, wajah nampak tua, otot atrofi, abdomen sejajar torak, gambaran usus jelas pada dinding abdomen menunjukkan pasien kekurangan energi (kalori). Oleh karena itu tubuh memecah lemak dan protein untuk memenuhi kebutuhan energi.
Pitting edema yang yang terjadi merupakan akibat dari malnutrisi protein sehingga jumlah asam amino dalam serum jumlahnya sangat terbatas. Meskipun terjadi malnutrisi protein, penderita masih mendapat asupan karbohidrat. Karbohidrat yang masuk ke dalam tubuh akan dicerna menjadi glukosa, dan kadar glukosa darah yang naik akan menyebabkan naiknya kadar insulin. Naiknya produksi insulin menyebabkan timbulnya pengangkutan secara aktif sebagian asam amino dalam serum ke dalam sel-sel otot. Makin berkurangnya asam amino dalam serum ini akan menyebabkan berkurangnya produksi albumin oleh hepar. Seperti yang telah diketahui sebelumnya, albumin merupakan salah satu protein darah. Apabila kadar albumin dalam darah menurun makan akan menyebabkan turunnya tekanan osmotic dan naiknya permeabilitas pembuluh kapiler darah sehingga plasma darah keluar menuju jaringan disekitarnya dan menyebabkan pitting edema.
Hepatomegali terjadi akibat tidak dapat terangkutnya trigliserida dalam hati akibat gangguan pembentukkan lipoprotein β sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak terganggu sehingga terjadi perlemakan hari yang menyebabkan hepatomegali.
Pada konjungtiva penderita juga ditemukan adanya bintik bitot. Bintik bitot ini terjadi sebagai kelanjutan dari rabun senja yang sudah diderita semenjak tiga bulan yang lalu. Rabun senja merupakan gejala dini defisiensi vitamin A, yang terjadi akibat terhambatnya sekresi RBP sehingga berakibat terganggunya sintesis rodopsin. Salah satu fungsi vitamin A adalah menjaga epitel konjungtiva agar tidak kering. Akibat tidak adanya vitamin A, terjadilah pengeringan epitel konjungtiva yang akan nampak sebagai bercak kering bergaris-garis di daerah nasal atau temporal kornea (xerosis konjungtiva). Selanjutnya bercak bergaris pada konjungtiva bulbi tersebut akan terlihat sebagai bercak putih mengkilat yang lebih besar dan berbentuk segitiga, inilah yang dinamakan dengan bintik bitot.
Rambut mudah dicabut karena penurunan ekskresi hidroksiprolin. Hidroksiprolin adalah protein yang merupakan bagian dari kolagen yang bertugas sebagai penyambung dan pemberi rangka luar dari seluruh jaringan tubuh termasuk pada rambut. Jika hidroksiprolin ini berkurang maka kolagen juga akan berkurang dan rambut mudah dicabut.
Pada keadaan fisiologis ketika patella diberi rangsangang akan timbul gerak reflek yang disebut reflek patella. Hal ini terjadi karena kontraksinya muskulus quardacept di regio femuralis. Pada keadaan defisiensi mineral seperti na tidak ada yang menghantarkan rangsang dari satu sel saraf ke sel saraf lainnya karena natriumlah yang berperan mengisi pada celah sinapsis. Tidak hanya itu untuk melakukan hal itu perlu adanya energi yang cukup. Pada kasus tidak terjadi reflek patella atau negatif.
Dari gejala-gejala yang ditimbulkan dapat didiagnosis pasien menderita marasmik kwasiorkor disertai dengan defisiensi vitamin dan mineral. Penatalaksanaan dari Prosedur tetap pengobatan dirumah sakit :
1. Prinsip dasar penanganan 10 langkah utama (diutamakan penanganan kegawatan)
1.1. Penanganan hipoglikemi
1.2. Penanganan hipotermi
1.3. Penanganan dehidrasi
1.4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit
1.5. Pengobatan infeksi
1.6. Pemberian makanan
1.7. Fasilitasi tumbuh kejar (catch up growth)
1.8. Koreksi defisiensi nutrisi mikro
1.9. Melakukan stimulasi sensorik dan perbaikan mental
1.10. Perencanaan tindak lanjut setelah sembuh
2. Pengobatan penyakit penyerta
1. Defisiensi vitamin A
Bila ada kelainan di mata, berikan vitamin A oral pada hari ke 1, 2 dan 14 atau sebelum keluar rumah sakit bila terjadi memburuknya keadaan klinis diberikan vit. A dengan dosis :
* umur > 1 tahun : 200.000 SI/kali
* umur 6 – 12 bulan : 100.000 SI/kali
* umur 0 – 5 bulan : 50.000 SI/kali
Bila ada ulkus dimata diberikan :
• Tetes mata khloramfenikol atau salep mata tetrasiklin, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari
• Teteskan tetes mata atropin, 1 tetes 3 kali sehari selama 3-5 hari
• Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali
2. Dermatosis
Dermatosis ditandai adanya : hipo/hiperpigmentasi, deskwamasi (kulit mengelupas), lesi ulcerasi eksudatif, menyerupai luka bakar, sering disertai infeksi sekunder, antara lain oleh Candida.
Tatalaksana :
a. kompres bagian kulit yang terkena dengan larutan KmnO4 (K-permanganat) 1% selama 10 menit
b. beri salep atau krim (Zn dengan minyak kastor)
c. usahakan agar daerah perineum tetap kering
d. umumnya terdapat defisiensi seng (Zn) : beri preparat Zn peroral
3. Parasit/cacing
Beri Mebendasol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari, atau preparat antihelmintik lain.
4. Diare melanjut
Diobati bila hanya diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah lactosa. Sering kerusakan mukosa usus dan Giardiasis merupakan penyebab lain dari melanjutnya diare. Bila mungkin, lakukan pemeriksaan tinja mikroskopik. Beri : Metronidasol 7.5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari.
5. Tuberkulosis
Pada setiap kasus gizi buruk, lakukan tes tuberkulin/Mantoux (seringkali alergi) dan Ro-foto toraks. Bila positip atau sangat mungkin TB, diobati sesuai pedoman pengobatan TB.
3. Tindakan kegawatan
1. Syok (renjatan)
Syok karena dehidrasi atau sepsis sering menyertai KEP berat dan sulit membedakan keduanya secara klinis saja.Syok karena dehidrasi akan membaik dengan cepat pada pemberian cairan intravena, sedangkan pada sepsis tanpa dehidrasi tidak. Hati-hati terhadap terjadinya overhidrasi.
Pedoman pemberian cairan :
Berikan larutan Dekstrosa 5% : NaCl 0.9% (1:1) atau larutan Ringer dengan kadar dekstrosa 5% sebanyak 15 ml/KgBB dalam satu jam pertama.
Evaluasi setelah 1 jam :
§ Bila ada perbaikan klinis (kesadaran, frekuensi nadi dan pernapasan) dan status hidrasi ® syok disebabkan dehidrasi. Ulangi pemberian cairan seperti di atas untuk 1 jam berikutnya, kemudian lanjutkan dengan pemberian Resomal/pengganti, per oral/nasogastrik, 10 ml/kgBB/jam selama 10 jam, selanjutnya mulai berikan formula khusus (F-75/pengganti).
§ Bila tidak ada perbaikan klinis ® anak menderita syok septik. Dalam hal ini, berikan cairan rumat sebanyak 4 ml/kgBB/jam dan berikan transfusi darah sebanyak 10 ml/kgBB secara perlahan-lahan (dalam 3 jam). Kemudian mulailah pemberian formula (F-75/pengganti)
2. Anemia berat
Transfusi darah diperlukan bila :
• Hb < 4 g/dl
• Hb 4-6 g/dl disertai distress pernapasan atau tanda gagal jantung
Transfusi darah :
Ø Berikan darah segar 10 ml/kgBB dalam 3 jam.
Bila ada tanda gagal jantung, gunakan ’packed red cells’ untuk transfusi dengan jumlah yang sama.
Ø Beri furosemid 1 mg/kgBB secara i.v pada saat transfusi dimulai.
Perhatikan adanya reaksi transfusi (demam, gatal, Hb-uria, syok). Bila pada anak dengan distres napas setelah transfusi Hb tetap < 4 g/dl atau antara 4-6 g/dl, jangan diulangi pemberian darah.