Skenario tutorial kali ini membahas mengenai seorang anak yang belum jelas jenis kelaminnya. Anak tersebut diduga menderita TFS. Oleh sebab itu alangkah baiknya jika kita mengenal TFS lebih dahulu. TFS adalah kelainan yang disebabkan oleh mutasi gen Androgen Receptor (AR gen). TFS merupakan kelainan pada kromosom X resesif yang menyebabkan laki-lalki memiliki genatalia eksternal perempuan, memiliki payudara, tidak ada uterus, dengan kariotip yang normal 46 XY (Mc Kusick. 1996). Struktur AR gen telah penulis cantumkan pada tinjauan pustaka. AR gen ini terletak pada kromosom X pita Xq11-q12. AR gen ini terdiri dari 910 asam amino. Klasifikasi TSF antara lain complete androgen insensitivity syndrome (CAIS), partial androgen insensitivity syndrome (PAIS), and mild androgen insensitivity syndrome (MAIS). CAIS yang lebih sering disebut TSF memiliki ciri-ciri fenotip perempuan, punya testis di abdominal / inguinal, kariotip 46XY. PAIS sering disebut Incomplete AIS. PAIS dibagi tiga, yaitu yang memiliki kecenderungan ke laki-laki, wanita, dan memiliki kedua genitalia eksternal. MAIS memiliki ciri-ciri antara lain kegagalan spermatogenesis. Untuk penjelasan lebih lanjut penulis telah mencantumkannya pada tinjauan pustaka.
Patogenesis dan patofisiologi TFS adalah sebagai berikut. Sperma membawa kromosom Y kemudian berikatan dengan ovum sehingga menjadi embrio (XY), embrio akan merangsang antigen HY di membran plasma gonad, antigen HY mengarahkan diferensiasi gonad menjadi testis, testis kemudian menghasilkan sel leydig dan sel sertoli. Pertama-tama kita akan membahas mengenai sel leydig. Sel leydig akan menghasilkan hormon testosteron yang akan berikatan dengan androgen receptor (AR) sehingga menghasilkan testosteron kompleks (TR). TR berfungsi untuk peerkembangan wolfian, spermatogenesis, dan regulasi gonad. Testosteron juga direduksi dengan 5αreduktase menjadi Dehidrotestosteron (DHT). DHT akan berikatan dengan AR menjadi DHT kompleks (DR). DR berfungsi untuk maskulinisasi, perkembangan prostat, maturasi pubertas. DR berfosforilasi dalam inti sel, kemudian berikatan dengan daerah promoter dalam gen target, hal ini memberi efek transkripsi yang kemudian akan memicu transformasi ductus walfian ke anatomi seksual laki-laki dewasa dan maskulinisasi. Selain sel leydig, testis juga menghasilkan sel sertoli (memiliki protein pengikat testosteron agar tidak larut dalam lemak) yang menghasilkan Anti Mullerian Hormone (AMH) yang berfungsi untuk menekan perkembangan duktus uteri.
Gejala-gejala TFS dapat dilihat pada tinjauan pustaka bagian B mengenai ciri-ciri dari TFS. Tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis TFS adalah pemeriksaan level testosteron, pemeriksaan kariotip, pemeriksaan level LH (positif menghasilkan angka tinggi), pemeriksaan level FSH, sonogram (menunjukkan keadaan uterus atau terdapat testis dalam abdomen), penelitian AR (DNA sequencing). Penatalaksanaan TFS pertama-tama jika testis ditemukan dalam abdomen / kanal inguinal, maka testis tidak dapat diambil saat itu juga. Ketika mencapai masa pubertas dan pertumbuhan sudah lengkap, maka testis dapat diangkat karena jika tidak dapat menyebabkan kanker. Setelah itu dilakukan pelebaran vagina. Kemudian dilakukan penggantian esterogen setelah masa pubertas (untuk perkembangan ciri seksual sekunder dan mencegah osteoporesis), psikoterapi. Terakhir penulis menyimpulakan bahwa penyakit ini sama dengan AR deficiency dan DHTR deficiency namun berbeda dengan kriptorehidisme dan undescencustesticulo. Hal ini dikarenakan pada kriptorehidisme dan undescencustesticulo masih ditemukan fenotip laki-laki sedangkan TFS fenotipnya perempuan.
READ MORE -
Testicular Feminization Syndrom
Patogenesis dan patofisiologi TFS adalah sebagai berikut. Sperma membawa kromosom Y kemudian berikatan dengan ovum sehingga menjadi embrio (XY), embrio akan merangsang antigen HY di membran plasma gonad, antigen HY mengarahkan diferensiasi gonad menjadi testis, testis kemudian menghasilkan sel leydig dan sel sertoli. Pertama-tama kita akan membahas mengenai sel leydig. Sel leydig akan menghasilkan hormon testosteron yang akan berikatan dengan androgen receptor (AR) sehingga menghasilkan testosteron kompleks (TR). TR berfungsi untuk peerkembangan wolfian, spermatogenesis, dan regulasi gonad. Testosteron juga direduksi dengan 5αreduktase menjadi Dehidrotestosteron (DHT). DHT akan berikatan dengan AR menjadi DHT kompleks (DR). DR berfungsi untuk maskulinisasi, perkembangan prostat, maturasi pubertas. DR berfosforilasi dalam inti sel, kemudian berikatan dengan daerah promoter dalam gen target, hal ini memberi efek transkripsi yang kemudian akan memicu transformasi ductus walfian ke anatomi seksual laki-laki dewasa dan maskulinisasi. Selain sel leydig, testis juga menghasilkan sel sertoli (memiliki protein pengikat testosteron agar tidak larut dalam lemak) yang menghasilkan Anti Mullerian Hormone (AMH) yang berfungsi untuk menekan perkembangan duktus uteri.
Gejala-gejala TFS dapat dilihat pada tinjauan pustaka bagian B mengenai ciri-ciri dari TFS. Tes yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis TFS adalah pemeriksaan level testosteron, pemeriksaan kariotip, pemeriksaan level LH (positif menghasilkan angka tinggi), pemeriksaan level FSH, sonogram (menunjukkan keadaan uterus atau terdapat testis dalam abdomen), penelitian AR (DNA sequencing). Penatalaksanaan TFS pertama-tama jika testis ditemukan dalam abdomen / kanal inguinal, maka testis tidak dapat diambil saat itu juga. Ketika mencapai masa pubertas dan pertumbuhan sudah lengkap, maka testis dapat diangkat karena jika tidak dapat menyebabkan kanker. Setelah itu dilakukan pelebaran vagina. Kemudian dilakukan penggantian esterogen setelah masa pubertas (untuk perkembangan ciri seksual sekunder dan mencegah osteoporesis), psikoterapi. Terakhir penulis menyimpulakan bahwa penyakit ini sama dengan AR deficiency dan DHTR deficiency namun berbeda dengan kriptorehidisme dan undescencustesticulo. Hal ini dikarenakan pada kriptorehidisme dan undescencustesticulo masih ditemukan fenotip laki-laki sedangkan TFS fenotipnya perempuan.