Rabu, 18 Februari 2009

Nyeri Dada

Pada kasus kali ini diinformasikan bahwa pasien seorang laki-laki umur 40 tahun, datang ke RS dengan keluhan nyeri dada. Hasil anamnesis tidak didapatkan sesak nafas, lekas capek, maupun dada berdebar. Kebiasaan merokok 2 bungkus sehari. Kebiasaan olahraga jarang, kadang seminggu sekali. Riwayat penyakit tidak menderita diabetes mellitus. Ada rasa takut terkena penyakit jantung karena ayahnya pernah mengeluh nyeri dada, dirawat inap, dan dinyatakan menderita sakit jantung koroner. Pemeriksaan fisik didapatkan : kesadaran compos mentis, tekanan darah: 120/80 mmHg, denyut nadi : 80x / menit, irama reguler, isian cukup. Respirasi rate : 18x / menit, JVP tidak meningkat. Pada inspeksi menunjukkan apeks tidak ada heaving, nampak linea medioclavicularis sinistra di SIC IV. Pada palpasi didapatkan apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra, tidak ada thrill. Pada perkusi didapatkan pinggang jantung normal, apeks di SIC IV linea medioclavicularis sinistra. Pada auskultasi : bunyi jantung I intensitas biasa, bunyi jantung II intensitas biasa, normal splitting. Tidak bising. Tidak ada gallop. Tidak ada ronkhi. Pemeriksaan lab normal. Pemeriksaan tambahan EKG normal. Foto thorax CTR = 0,49, vascularisasi perifer normal, aorta tidak menonjol, pinggang jantung normal. Apeks tidak bergeser ke lateral atau lateral bawah. Pemeriksaan exercise stress test (treadmill test) normal. Pemeriksaan echo cardiografi menunjukkan jantung dalam batas normal. Dari informasi ini penulis mengambil hipotesis bahwa pasien dalam keadaan normal.
Sistem kardiovaskuler merupakan sistem yang berfungsi untuk mempertahankan kualitas dan kuantitas dari cairan yang ada di seluruh tubuh. Sirkulasi darah dimulai dari jantung yang berfungsi sebagai pompa. Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Jantung memiliki tiga permukaan : facies sternocostalis, diaphragmatica, dan basis cordis. Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister. Darah kemudian dialirkan melalui aorta yang diteruskan melalui cabang-cabang pembuluh darah yang lebih kecil (arteria) dan akhirnya ke anyaman kapiler (capilary bed). Pembuluh darah mempunyai selapis sel endotel yang melapisi lumennya di manapun. Di dalam jaringan terjadi pertukaran zat antara darah dan jaringan, kemudian darah akan dialirkan kembali ke jantung melalui pembuluh darah balik (vena). Aliran darah melalui perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan instrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang utama adalah saraf simpatis. Pengaturan intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan lokal dan sangat penting dalam optimasi aliran darah ke otak dan jantung. Secara lengkapnya telah penulis sampaikan pada tinjauan pustaka.
Berikut penulis akan membahas mekanisme gejala. Pertama nyeri. Nyeri yang terlokalisasi dengan baik, nyeri superfisial dan rasa tidak enak dinding dada yang nyeri pada perabaan bukan tanda khas iskemia miokard. Angina cenderung menyebar dari aksila ke arah bawah menuju bagian dalam lengan bukannya ke arah aspek lateral tangan, yang lebih khas untuk nyeri muskuloskeletal. Nyeri angina berlangsung cepat, kurang dari 5 menit, dan biasanya diprovokasi oleh aktivitas fisik, emosi, makanan, ansietas, perubahan temperatur sekitar, atau merokok. Gallop termasuk bunyi jantung yang terjadi ketika adanya aliran cepat pada bunyi jantung S3 atau S4. Bunyi jantung S3 terjadi saat ventrikel relaksasi, sedangkan bunyi jantung S4 saat atrium kontraksi. Ronkhi terjadi apabila terjadi hipertensi pulmonal akibat gagal jantung kiri. Denyut apeks bergeser biasanya terjadi pada dilatasi atau aneurisma ventrikel kiri, Heaving terjadi pada hipertrofi atau dilatasi ventrikel kiri. Pemeriksaan darah yang biasanya dilakukan pada suspek penyakit kardiovaskuler antara lain: analisis gas darah, biomarker, LED, Kolesterol total, dsb. Hal ini berhubungan dengan faktor risiko. Kadar LDL yang tinggi dalam darah akan mengakibatkan arteriosklerosis yang berhubungan dengan penyakit jantung koroner. Arteriosklerosis ini berkaitan dengan proses inflamasi dimana makrofag memfagositosis LDL yang masuk ke subendotel dan kemudian berubah menjadi sel busa dan menyumbat lumen. LDL dapat meningkat akibat gaya hidup yang kurang sehat seperti jarang berolahraga, makan makanan berlemak, dll. Rokok (dalam hal ini nikotin) juga mengakibatkan hal yang sama. Diabetes mellitus juga berperan dalam hal ini meninggikan kadar gula dalam darah sehingga darah lebih mudah mengental.


READ MORE - Nyeri Dada

Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Setiap siklus jantung terdiri dari urutan peristiwa listrik dan mekanik yang saling terkait. Gelombang rangsang listrik tersebar melalui nodus SA melalui sistem konduksi menuju miokardium untuk merangsang konduksi otot. Rangsangan listrik ini disebut depolarisasi dan diikuti perubahan listrik kembali yang disebut repolarisasi. Respon mekaniknya adalah sistolik (kontraksi otot) dan diastolik (relaksasi otot). Aktivitas listrik sel yang dicatat secara grafik melalui elektroda intrasel memperlihatkan bentuk khas yang disebut potensial aksi. Dua jenis potensial aksi utama –respon cepat dan respon lambat- digolongkan berdasarkan kekuatan depolarisasi primer, baik saluran Na+ cepat atau saluran Ca++ lambat. Potensial aksi respon cepat ditemukan pada sel otot atrium dan ventrikel serta serabut Purkinje. Potensial aksi respon lambat pada nodus SA dan AV. Nodus SA, nodus AV, dan serabut Purkinje mampu melakukan eksitasi sendiri (automatisasi). Nodus SA merupakan pacemaker jantung yang dominan dengan kecepatan intrinsik 60 sampai 100 dpm. Kecepatan intrinsik nodus AV dan serabut Purkinje masing-masing secara berurutan adalah 40 sampai 60 dpm dan 15 sampai 40 dpm. (Wilson, 2005)

Aliran darah melalui perifer dipengaruhi oleh mekanisme pengaturan instrinsik dan ekstrinsik. Mekanisme pengaturan ekstrinsik yang utama adalah saraf simpatis. Pengaturan intrinsik aliran darah diatur oleh keadaan jaringan lokal dan sangat penting dalam optimasi aliran darah ke otak dan jantung. Aliran darah melalui pembuluh darah bergantung pada variabel yang berlawanan: perbedaan tekanan antara dua ujung pembuluh dan resistensi terhadap aliran. Hubungan variabel ini paling baik diyunjukkan dengan hukum Ohm: Q = ΔP / R. Berdasarkan hukum Ohm, aliran darah atau curah jantung, merupakan fungsi perbedaan tekanan dalam sistem pembuluh darah (MAP dikurang RAP), dan keadaan pembuluh resisten. Dilatasi arteriol menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran darah. Sebaliknya, kontriksi arteriol meningkatkan peningkatan resistensi dan penurunan aliran darah. (Wilson, 2005)


READ MORE - Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Histologi Sistem Kardiovaskuler

Dinding jantung terdiri atas 3 lapisan dari dalam ke luar, yaitu: (1) Endokardium, (2) Miokardium, dan (3) Epikardium. Otot jantung, yang bersifat lurik dan involunter, berkontraksi secara ritmis dan automatis. Mereka terdapat pada lapisan miokardium. Miokardium identik dengan tunika media pada pembuluh darah. Suatu serat otot jantung di bawah mikroskop cahaya terlihat sebagai sejumlah sel otot jantung (beranastomosis) yang terikat “end to end” (ujung-ujung) pada daerah ikatan khusu yang disebut diskus interkalaris. Selain itu terlihat pula inti yang letaknya di tengah. Lapisan endokardium jantung identik dengan tunika intima arteria. Lapisan ini lebih tebal pada atrium dibanding ventricel. Pada lapisan terdalam terdapat lapisan fibroelastis. Lapisan subendokardium merupakan jaringan pengikat longgar, pada daerah ventricel terisi oleh modifikasi otot jantung yaitu serabut purkinye yang merupakan sistem konduksi di jantung. ( Laboratorium histologi FK UNS, 2009; Leeson, 1996 )

Pembuluh darah mempunyai selapis sel endotel yang melapisi lumennya di manapun. Pada kapiler sel endotel ini merupakan bagian utama dindingnya. Sel endotel dinding kapiler mempunyai bentuk pipih. Makin besar diameter kapiler, sel endotel makin pendek dan lebar. Antara sel endotel satu dengan yang lain terdapat hubungan erat berupa tight junction (zonula occludens). Kadang-kadang pada batas tersebut melipat ke lumen yang disebut marginal fold. Kapiler dapat dibedakan menjadi 2 macam yaitu tipe I (continue) dan tipe II (fenestrated). Ciri-ciri tipe I dinding kapiler utuh, tidak mempunyai lubang atau pori-pori, membrana basalisnya utuh. Tipe II dibagi lagi menjadi kapiler berlubang / berjendela, pada dindingnya terdapat lubang-lubang yang ditutup oleh diafragma yang tipis, dan kapiler berpori-pori, yang pada dindingnya berpori-pori dan tidak ditutup diafragma. Pembuluh darah arteri dapat dibedakan menjadi 3 golongan, yaitu arteriol (paling kecil), arteri kecil sampai sedang (memiliki banyak unsur otot), dan arteri besar (terdiri atas serat elastin). Dinding arteri umumnya terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu: (1) tunika intima; (2) tunika media; (3) tunika adventitia. Vena biasanya mengikuti pasangannya. Dibanding arteri dinding vena lebih kendor, kurang elastis karena mengalami pengurangan jumlah sel otot dan serabut elastis. Dinding vena banyak disusun oleh serabut kolagen. Seperti arteri vena terdiri dari 3 lapisan utama, yaitu: (1) tunika intima; (2) tunika media; (3) tunika adventitia. Menurut ukuran vena dibedakan menjadi : venulae, vena sedang, vena besar. ( Laboratorium histologi FK UNS, 2009; Leeson, 1996 )

READ MORE - Histologi Sistem Kardiovaskuler

Anatomi Sistem Kardiovaskuler

Jantung
Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Jantung memiliki tiga permukaan : facies sternocostalis, diaphragmatica, dan basis cordis. Jantung dibagi oleh septa vertikal menjadi empat ruang: atrium dextrum, atrium sinistrum, ventriculus dexter, dan ventriculus sinister.

Atrium dextrum terdiri atas rongga utama dan sebuah kantong kecil, auricula. Bagian atrium di anterior berdinding kasar atau trabekulasi oleh karena tersusun atas berkas serabut-serabut otot, musculi pectinati, yang berjalan melalui crista terminalis ke auricula dextra. Pada atrium dextrum bermuara vena cava superior et inferior, sinus coronarius, dan vena cordis minimae. Ostium atrioventriculare dextrum terletak anterior terhadap muara vena cava inferior dan dilindungi valva tricuspidalis. Pada atrium dextrum juga terdapat septum interatriale yang memisahkan kedua atrium. Pada septum inilah terdapat fossa ovalis yang merupakan obliterasi dari foramen ovale saat masih janin. (Snell, 2006)
Ventriculus dexter berhubungan dengan atrium dextrum melalui ostium atrioventriculare dextrum dan dengan truncus pulmonalis melalui ostium trunci pulmonalis. Sewaktu mendekati trunci pulmonalis rongga berubah seperti corong yang dinamakan infundibulum. Dinding ventrikel dexter jauh lebih tebal dibangding atrium karena ada trabecula carnae. Trabecula ini terdiri atas tiga jenis: mm. papillares, trabecula septomarginalis (berisi bundle hiss), dan rigi yang menonjol. Mm. papillares dengan valva tricupidalis dihubungkan oleh tali fibrosa yang disebut chorda tendinea. (Snell, 2006)
Atrium sinistrum memiliki dinding yang paling tipis diantara seluruh jantung. Empat vena pulmonales, dua dari masing-masing paru bermuara pada dinding posterior dan tidak memiliki katup. Ostium atrioventricularis sinistrum dilindungi oleh valva mitralis. (Snell, 2006)
Ventriculus sinister berhubungan dengan atrium sinistrum melalui ostium atrio-ventricularis yang dilindungi valva mitralis dan aorta melalui ostium aortae yang dilindungi valva semilunaris aorta. Dindingnya paling tebal diantara seluruh jantung. Terdapat trabecula carnae yang berkembang dengan baik, dua buah mm. papillares yang besar, tapi tidak terdapat trabecula septomarginalis. (Snell, 2006)
Pembuluh Darah
Ada tiga macam pembuluh darah: arteria, vena, dan kapiler. Arteria membawa darah dari jantung dan mendistribusikannya ke seluruh jaringan tubuh melalui cabang-cabangnya. Arteri yang kecil disebut arteriola, persatuan cabang-cabang disebut anastomosis. Vena adalah pembuluh yang membawa darah kembali ke jantung; banyak diantaranya yang mempunyai katup. Vena yang terkecil disebut venula, vena yang lebih besar atau muara-muaranya, bergabung membentuk vena yang lebih besar lagi, yang biasanya membentuk satu hubungan dengan yang lain menjadi plexus venosus. Vena yang keluar dari gastrointestinal tidak langsung menuju ke jantung tetapi bersatu membentuk vena porta. Kapiler adalah pembuluh yang sangat kecil dan menghubungkan arteriola dengan venula. (Snell, 2006)


READ MORE - Anatomi Sistem Kardiovaskuler

Vokalisasi

Proses ini tidak hanya melibatkan sistem pernafasan saja tetapi juga (1) pusat pengatur berbicara spesifik dalam korteks serebri, (2) pusat pengatur pernafasan di otak, dan (3) struktur artikulasi dan resonansi pada rongga mulut dan hidung. Berbicara diatur oleh dua fungsi mekanis: (1) fonasi yang dilakukan oleh laring, dan (2) artikulasi, yang dilakukan oleh struktur pada mulut.

Fonasi. Elemen yang bergetar adalah lipatan pita suara, yang umumnya disebut pita suara. Pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu sendiri. Selama pernafasan normal, pita akan terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama sehingga aliran udara di antara pita tersebut akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, tetapi juga oleh bagaimana kerapatan pita satu sama lain dan oleh massa pada tepinya.
Artikulasi dan resonansi. Tiga organ artikulasi yang utama yaitu bibir, lidah dan palatum molle. Yang termasuk resonator adalah mulut, hidung dan sinus nasal yang berhubungan, faring dan bahkan rongga dada sendiri. (Guyton, 1997)


READ MORE - Vokalisasi

Keringat

Rangsangan area preoptik di bagian anterior hipotalamus baik secara listrik maupun panas yang berlebihan akan menyebabkan berkeringat. Impuls dari area yang menyebabkan berkeringat ini dihantarkan melalui jaras saraf otonom ke medulla spinalis dan kemudian melalui jaras saraf simpatis mengalir ke kulit di seluruh tubuh.

Kelenjar keringat dipersarafi oleh saraf-saraf kolinergik tetapi juga dapat dirangsang di beberapa tempat oleh epinefrin atau norepinefrin yang bersikulasi dalam darah. Hal ini penting pada saat berolahraga, saat hormon ini dihasilkan oleh kelenjar adrenal dan tubuh perlu melepaskan panas yang berlebihan yang dihasilkan oleh otot yang aktif.
Mekanisme sekresi keringat:
Kelenjar terdiri dari dua bagian: (1) bagian yang bergelung di sbdermis dalam yang menyekresi keringat, dan (2) bagian duktus yang berjalan keluar melalui dermis dan epidermis kulit. Bagian sekretorik kelenjar keringat memproduksi cairan yang disebut dengan secret primer, kemudian konsentrasi zat-zat dalam cairan tersebut dimodifikasi sewaktu berjalan melalui duktus.
1. Secret dihasilkan oleh sel-sel epitel yang melapisi bagian yang bergelung dari kelenjar keringat. Serabut saraf simpatis kolinergik berakhir pada atau dekat dengan sel-sel penghasil secret tersebut.
2. Komposisi keringat mirip dengan plasma tetapi tidak mengandung protein plasma. Kandungan natrium sekitar 142 mEq/L dan klorida 104 mEq/L.
3. Apabila kelenjar keringat ini sedikit dirangsang sehingga keringat akan berjalan lambat melalui duktus, kandungan natrium dan klorida akan mengalami absorpsi sehingga tekanan osmotic berkurang sehingga cairan banyak diserap. Konsentrasi unsur lain dalam keringat akan semakin pekat, seperti urea, asam laktat dan ion kalium.
4. Sebaliknya, bila kelenjar keringat dirangsang dengan kuat, secret precursor akan disekresi lebih banyak dengan lebih banyak natrium dan klorida. Selain itu, karena keringat mengalir dengan cepat maka cairan yang direabsorpsi sedikit sehingga hanya sedikit peningkatan konsentrasi dari unsur lainnya.
Mekanisme penurunan suhu bila tubuh terlalu panas:
1. Vasodilatasi pembuluh darah. Pada hampir semua area tubuh, pembuluh darah mengalami dilatasi. Hal ini disebabkan oleh hambatan pusat simpatis di hipotalamus posterior yang menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi akan meningkatkan kecepatan pemindahan panas ke kulit sebanyak delapan kali lipat.
2. Berkeringat. Efek peningkatan suhu tubuh sebanding dengan kecepatan kehilangan panas melalui evaporasi, yang dihasilkan dari keringat ketika suhu meningkat di atas nilai kritis 37°C. Peningkatan suhu tubuh tambahan sebesar 1°C, menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak untuk membuang 10 kali kecepatan pembentukan panas tubuh basal.
3. Penurunan pembentukan panas. Mekanisme yang menyebabkan pembentukan panas yang berlebihan, seperti menggigil dan termogenesis kimia, dihambat dengan kuat.
Evaporasi. Merupakan mekanisme pendinginan yang dibutuhkan pada suhu udara yang sangat tinggi. Selama suhu tubuh lebih tinggi dari suhu lingkungan, panas dapat hilang melalui radiasi dan konduksi. Akan tetapi, bila suhu lingkungan lebih tinggi dari suhu tubuh, bukan justru menghilangkan panas, tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Dalam keadaan seperti ini, satu-satunya jalan untuk melepaskan panas adalah dengan evaporasi.
Evaporasi melalui kulit dan paru yang tidak kelihatan tidak dapat dikendalikan untuk tujuan pengaturan suhu tubuh karena evaporasitersebut dihasilkan dari difusi molkeul air yang terus menerus melalui permukaan kulit dan sistem pernafasan. Akan tetapi, kehilangan panas melalui evaporasi keringat dapat dikendalikan dengan pengaturan kecepatan berkeringat. (Guyton, 1997)



READ MORE - Keringat

Tuberculosis

Definisi dan Etiologi Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dengan gejala bervariasi. Tidak hanya Mycobacterium tuberculosis yang dapat menginfeksi, namun Mycobacterium bovis dan Mycobacterium africanum yang ketiganya merupakan anggota ordo Actinomisetales dan famili Microbacteriasese. Tempat masuk kuman ini adalah melalui saluran pernapasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi TB terjadi melalui udara, yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi (Amin, 2006; Mudihardi, 2005).

Di masa lalu, M. tuberculosis strain bovine menginfeksi produk-produk susu, menyebabkan infeksi pada manusia melalui susu yang terinfeksi. Saat ini hampir semua tuberkulosis bovine telah dilenyapkan dari produk-produk susu di sebagian besar negara maju, dan pasteurisasi susu telah menurunkan risiko infeksi pada manusia lebih lanjut (Soedoko, 2005).

Prevalensi Tuberkulosis
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah China dan India. Insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110/100.000 penduduk. Prevalensi nasional terakhir TB paru diperkirakan 0,24%. Sedangkan angka prevalensi TB di antara tahun 1979-1982 di Jawa Tengah adalah 0,13% dari jumlah penduduk sebesar 26,2 juta kepala (Amin, 2006).
Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. TB dianggap sebagai masalah kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Sebagian besar dari kasus TB ini, (95%) dan kematiannya (98%) terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu 15-50 tahun (Amin, 2006).

Klasifikasi Tuberkulosis Paru
• Secara patologis
- Tuberkulosis primer
- Tuberkulosis pasca-primer (sekunder)
• Secara aktivitas radiologis
- Tuberkulosis paru aktif
- Tuberkulosis paru non aktif
- Tuberkulosis paru quiescent (bentuk aktif yan gmulai menyembuh)
• Secara radiologis
- Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian kecil infiltrat nonkavitas pada satu paru maupun kedua paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus paru.
- Moderately advanced tuberculosis. Ada kavitas dengan diameter < 4 cm. Jumlah infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian paru. Bola bayangannya kasar tidak lebih dari sepertiga bagian satu paru.
- For advanced tuberculosis. Terdapat infiltrat dan kavitas yang melebihi keadaan pada moderately advanced tuberculosis (Amin, 2006).

Klasifikasi Pasien Tuberkulosis Paru
1) Kasus Baru
Pasien belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Relaps
Sebelumnya pasien pernah mendapat pengobatan dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Default
Pasien telah berobat dan putus berobat selama dua bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Failure
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap posotof atau kembali menjadi positif pada bulan ke lima atau lebih selama pengobatan.
5) Transfer In
Pasien yang pindah tempat berobat dari satu tempat ke tempat lain disertai register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain
Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan di atas, termasuk kasus kronik (Field Lab FK UNS, 2008).

Patogenesis
Tuberkulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respons imunitas diperantarai sel. Sel efektor adalah makrofag dan limfosit. Respons ini merupakan raksi hipersensitivitas tipe IV (selular atau lambat) (Pendit, 2005).
Awalnya, infeksi kuman dalam wujud droplet nuklei terhirup masuk saluran nafas dan menuju paru-paru. Di paru-paru, mereka akan bertemu makrofag jaringan dan neutrofil sebagai garis pertahanan pertama. Sebagian dari mereka mati akibat difagosit netrofil, terkena sekret makrofag dan terkena sekret saluran nafas. Bila kuman difagosit oleh makrofag, ia akan tetap hidup karena kuman TB bersifat intraseluler. M. tuberculosis merupakan basil tahan asam (BTA) karena ia memiliki banyak lipid yang membuatnya tahan terhadap asam, gangguan kimia dan fisik. Kandungan lipid yang banyak dalam makrofag, dimanfaatkan kuman untuk memperkuat dirinya (Amin, 2006; Mansjoer; 2005; Mudihardi, 2005).
Setelah infeksi tuberkulosis primer, ada kemungkinan infeksi ini akan sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis fibrotik, kalsifikasi hilus dan di antaranya dapat kambuh kembali menjadi tuberkulosis sekunder karena kuman yang dormant ataupun akan menimbulkan komplikasi dan menyebar baik dapat secara perkontinuitatum, bronkogen, limfogen atau hematogen (Amin, 2006; Pendit, 2005).
Kuman yang dormant pada tuberkuloisis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis sekunder. Tuberkulosis sekunder ini dimulai dengan sarang dini yang berlokasi di regio atas paru (Pendit, 2007).

Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul ataupun penyebabnya) adalah sesak napas, nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Terkadang, beberapa penderita tidak menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan dalah batuk, cegukan, pernafasan yang cepat, nyeri perut (Mansjoer, 2005).

Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pada pemriksaan fisik dapat ditemukan tanda-tanda infiltrat (redup, bronkial, ronki basah, dan lain-lain), adanya penarikan paru, difragma dan mediastinum, terdapat sekret di saluran nafas dan ronkil, suara nafas amforil larena adanya kavitas yang berhubungan langsung dengan bronkus.
b. Laboratorium darah rutin (LED normal atau meningkat, limfositosis)
c. Foto toraks PA dan lateral. Gambaran foto toraks yang menunjang diagnosis TB adalah:
• Bayangan lesi di lapangan atas paru atau segmen apikal lobus bawah
• Bayangan berawan (patchy) atau berbercak (nodular)
• Adanya kavitas, tunggal atau ganda
• Kelainan bilateral, terutama di lapangan atas paru
• Adanya kalsifikasi
• Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
• Bayangan milier
d. Pemeriksaan sputum BTA
Pemeriksaan sputum BTA memastikan diagnosis TB paru, namun pemeriksaan ini tidak sensitif karena hanya 30-70% pasien TB yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
e. Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alt histogen imunoperoksidase staining untuk menentukan adanya IgG spesifik terhadap basil TB.
f. Tes Mantoux/ Tuberculin
g. Teknik PCR/ Pollymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam berbagai tahap sehingga dapat mendeteksi meskipun hanya ada 1 mikroorganisme dalam spesimen. Juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
h. Becton Dickinson Diagnostic Instrument System
Deteksi groeth indexi berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh M. tuberculosis.
i. ELISA
Deteksi respons humoral, berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Pelaksanaannya rumit dan antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah.
j. MYCODOT
Deteksi antobodi memakai antigen lipoarabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir plastik, kemudian dicelupkan dalam serum pasien. Bila terdapat antibodi spesifik dalam jumlah memadai maka warna sisir akan berubah (Mansjoer, 2005).

Penatalaksanaan
a. Obat anti TB (AOT)
OAT harus diberikan dalam kombinasi sediktinya dua obat yang bersifat bakterisid dengan atau tanpa obat ketiga. Tujuan pemberian adalah untuk mengonversi sputum BTA (+) menjadi BTA (-) melalui kegiatan bakterisid, mencegah kekambuhan dalam tahun pertama setalah pengobatan dengan kegiatan sterilisasi dan menghilangkan atau mengurangi gejala dan lesi melalui perbaikan daya tahan imunologis. Pengobatan ini dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap intensif dan tahap lanjutan. OAT yang baisa digunakan adalah isonoazid, rifampisin, pirazinamid, streptomisin dan ethambutol.
b. Pembedahan pada TB paru
Indikasi Mutlak:
• Semua pasien yang telah mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap positif.
• Pasien batuk darah masih tidak dapt diatasi dengan cara konservatif.
• Pasien dengan fistula bronkopleura dan empisema yang tidak dapat diatasi secara konservatif.
Indikasi Relatif:
• Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang-ulang.
• Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan.
• Sisa kavitas yang menetap.
(Amin, 2006; Mansjoer, 2005)


READ MORE - Tuberculosis

Sesak Napas Berat Disertai Nyeri Dada Kanan

Pada kesempatan kali ini akan dibahas kasus mengenai seorang laki-laki, 70 tahun; perokok dengan keluhan utama: sesak napas berat 2 hari ini disertai nyeri dada kanan. Dalam tiga hari ini batuk makin sering dengan dahak lebih pekat berwarna kuning kehijauan. Kedua tungkai bengkak satu bulan ini. Riwayat batuk dan sesak sudah berjalan sejak sepuluh tahun yang lalu. Dua tahun ini dirasa lebih berat dan sering diikuti mengi. Pernah diberi obat pelega inhaler dan disarankan berhenti merokok. Pernah bekerja di pabrik asbes selama tujuh tahun. Pada pemeriksaan keadaan umum: penderita gelisah dan tampak sianotik. Pemeriksaan paru : inspeksi statis dada kanan menonjol daripada kiri dan saat bernapas dada kanan tertinggal. Paru kanan perkusi hipersonor, auskultasi suara napas melemah. Paru kiri didapatkan ronki dan wheezing. Pemeriksaan jumlah leukosit belum ada hasil. Pemeriksaan foto toraks: paru kanan kolaps disertai gambaran hiperlusen dan pleural line. Paru kiri emfisematous. Pemeriksaan kultur mikroorganisme dan sitologi sputum belum ada hasil.
Dari data yang diperoleh, kita dapat melihat perjalanan penyakit pasien tersebut. Pasien pernah bekerja di pabrik asbes selama 7 tahun. Hal ini membuat pasien memiliki kemungkinan yang sangat tinggi untuk terkena asbesitosis. Seperti yang sudah diketahui debu yang terhirup oleh kita perjalanan penyakitnya tergantung dari konsentrasi poluten di udara, jumlah yang tertahan di saluran pernapasan dan paru, ukuran dan bentuk kontaminan, kelarutan dan reaktifitas fisiokimianya. Jika ukurannya lebih dari 5 mikromilimeter akan tersaring di hidung dan dibuang. Ukuran 1-5 mikromilimeter cenderung menetap di bronkiolus respiratorius karena partikel ini memiliki resistensi yang tinggi. Kurang dari 1 mikromilimeter akan mudah sampai di duktus alveolaris dan alveoli. Debu asbestos ukurannya kurang dari 2 mikromilimeter. Debu yang terhirup akan terdeposisi dan difagosit oleh makrofag. Makrofag yang mengandung partikel asbes akan mengaktifkan C5a yang memanggil makrofag-makrofag yang lain dan netrofil. Makrofag-asbes ini kemudian diselubungi oleh kompleks protein-besi yang menyebabkan fibrosis.

Selain itu, ada kebiasaan pasien merokok. Merupakan hal yang umum bahwa merokok dapat merusak paru. Asap tembakau mengandung ribuan bahan atau zat, termasuk bahan kimia, gas, dan tetesan-tetesan kecil dari tar. Iritan dalam asap tembakau bisa menimbulkan penyempitan saluran udara sehingga bronkus menghasilkan mucus yang berlebihan. Zat iritan ini juga dapat mengganggu fungsi sel system kekebalan dalam paru dan mengganggu keseimbangan normal enzim paru, yang membuat kita lebih rentan terhadap penyakit pernapasan. Selain itu, juga dapat menghentikan gerak silia yang membantu mengeluarkan benda asing. Asap tembakau juga mengandung karbon monoksida yang bila bergabung dengan hemoglobin akan membentuk karboksihemoglobin, yang menghalangi pengangkutan oksigen ke seluruh tubuh. Asbesitosis ditambah dengan merokok inilah yang membuat pasien mampunyai riwayat batuk dan sesak napas sejak 10 tahun yang lalu. Asbesitosis dan merokok dapat meningkatkan risiko terkena kanker paru. Asbesitosis bisa menyebabkan mesotelioma sedang asap rokon bisa menyebabkan kanker paru kecil atau kanker sel skuamosa.
Orang yang merokok dapat mengakibatkan respon peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik (protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat enzim alfa1-antiprotease. Makrofag yang memfagositosis asbestos mengeluarkan protease. Tetapi karena enzim alfa1-antiprotease yang bertugas menhambat protease dihambat oleh oksidan dari asap tembakau, maka perusakan jaringan paru sekitar tidak dapat dicegah sehingga ‘membawa’ pasien kita ke emfisema-bronkitis kronik. Ini yang menyebabkan gambaran paru kiri emfisematous. Pada emfisema terdapat bleb (rongga subpleura yang terisi udara) dan bulla (rongga parenkim yang terisi udara). Biasanya bula timbul karena adanya penyumbatan pada katup pengatur bronkiolus. Selama inspirasi, lumen bronkiolus melebar sehingga udara dapat melewati penyumbatan akibat penebalan mukosa dan banyaknya mucus. Tetapi sewaktu ekspirasi, lumen bronkiolus tersebut kembali menyempit sehingga sumbatan dapat menghalangi keluarnya udara. Sehingga waktu pasien ekspirasi akan terdengar suara wheezing dan ronki.
Bleb pada paru kanan yang terbentuk akibat rupture alveoli dapat pecah ke dalam rongga pleura sehingga mengakibatkan pneumotoraks spontan (kolaps paru) sehingga didapatkan gambaran paru kanan kolaps. Karena pleura terisi oleh udara, maka pada foto toraks ada gambaran hiperlusen (hitam) yaitu udara yang ada di pleura. Garis pleura viseralis tampak putih, lurus atau cembung terhadap dinding dada dan terpisah dari garis pleura parietalis. Karena celah antara kedua garis pleura terisi udara (tampak lusens), maka akan terlihat pleural line (garis putih yang mengapit daerah hitam). Selain itu, pada perkusi didapatkan hipersonor dan auskultasi suara napas melemah juga disebabkan karena pleura yang terisi oleh udara. Paru yang kolaps, saat inspirasi akan tertinggal karena sudah tidak dapat mengembang lagi.
Paru kanan yang kolaps, membuat darah kotor dari ventrikel dexter yang masuk ke paru untuk dibersihkan, tidak dapat masuk dengan lancar. Darah kaya oksigen dari ventrikel sinister unutk seluruh tubuh pun juga jadi terganggu sirkulasinya sehingga bias membuat tubuh kekurangan oksigen (sianosis) dan gelisah. Sirkulasi vena untuk masuk ke atroum dexter kemudian ke ventrikel dexter dan dibawa ke paru untuk dibersihkan pun jadi terganggu. Seakan-akan darah jadi mengantri. Karena kaki memiliki gaya gravitasi terbesar, maka darah menjadi tertimbun di kaki dan menyebabkan edema tungkai (ekstremitas bawah). Disebut juga kor pulmonal, yaitu hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal.
Sesak napas yang bertambah berat, batuk makin sering dan dahak bertambah pekat merupakan indikasi adanya infeksi pada pasien. Nyeri dada kanan pada pasien disebabkan karena saat bernapas, pleura viseralis paru kanan yang kolaps, tertarik seakan dikelupas. Jadi dibawanya pasien ke IGD dikarenakan pasien pneumotoraks ventil yang dilaminya. Hal ini juga yang membuat pemeriksaan spirometri dan analaisi gas darah tidak dilakukan. Lebih tepatnya tidak dapat dilakukan dahulu, bukan berarti tidak dilakukan sama sekali. Karena pada pasien pneumotoraks ventil perlu segera dikeluarkannya udara yang terperangkap di pleura.
Untuk pengobatannya hanya bisa dilakukan berupa pengobatan simtomatik. Dapat diberikan terapi oksigen, berhenti merokok, membatasi pemakain garam dan cairan untuk penanganan kor pulmonal, juga dengan obat diuretic untuk mengendalikan pengumpulan cairan di dalam jaringan, atau dengan transplantaasi paru.Untuk prognosis pasien tersebut, karena sudah muncul gejala kor pulmonal, angka kelangsungan hidupnya hanya berkisar antara 2-5 tahun.


READ MORE - Sesak Napas Berat Disertai Nyeri Dada Kanan

Penyakit Paru Restriktif

Pneumokoniasis
Pneumokoniasis adalah penyakit paru lingkungan yang disebabkan oleh inhalasi kronis debu inorganik ataupun bahan-bahan partikel yang berasal dari udara lingkungan atau tempat kerja. Yang menimbulkan pneumokoniasis kebnayakan adalah debu: asbes, silica, batu bara, beriluim, bauksit, besi/baja, dan lain-lain (Rahmatullah, 2007).

Asbesitosis
Asbesitosis merupakan salah satu penyakit paru akibat paparan debu inorganic. Penyakit ini timbul merupakan respons paru berupa fibrosis/pneumonitis interstitialis sebagai akibat inhalsi debu (serabut) asbes. Paparan debu asbestos sering terjadi pada pekerja pabrik atau yang menggunakan peralatan yang mengandung asbestos. Sesudah seseorang terpapar debu asbestos, ada periode laten baru timbul perubahan pada saluran napas atau paru. Debu asbestos yang terhirup, akan terdeposisi di dinding bronkus (dari cabang bronkus utama sampai bronkiolus respiratorius dan alveoli). Makrofag akan memfagositosis debu berupa pembentukan fibrosis di dinding bronkus. Semakin banyaknya debu yang terpapar, semakin banyak debu yang tertimbun, maka reaksi jaringan amat hebat sehingga timbul penyakit kronis progresif. Gejala awal dari asbesitosis berupa sesak napas saat aktifitas dan batuk nonproduktif. Penyakit berkembang lanjut dan terdapat kelainan fisik berupa ronki basah di basal kedua paru dan pada keadaan lanjut terdapat jari tabuh. Tetapi perlu sedikitnya 10 tahun terpapar untuk menjadi asbesitosis (Rahmatullah, 2007).


READ MORE - Penyakit Paru Restriktif

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) merupakan sekelompok penyakit paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Contoh PPOK:

Asma
Dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma sehingga secara praktis para ahli berpendapat: asma adalah penyakit paru dengan karakteristik (1) obstruksi saluran napas yang reversible; (2) Inflamasi saluran napas; (3) Reaksi hipersensitivitas. Asma terjadi karena keluarnya mediator-mediator kimiawi dari granula mastosit di paru-paru, yang antara lain berisi tryptase yang terbukti menyebabkan respon berlebihan pada bronkhus dan chymase yang dapat merangsang peningkatan sekresi mukus oleh bronkus. Keduanya (termasuk dalam protease) juga dapat merombak (menghancurkan) peptida intestinal vasoaktif yang merupakan mediator relaksasi bronkus. Mastosit juga menghasilkan histamin yang menginduksi prostaglandin dan leuktrien yang dapat mengakibatkan edema. Jadi pada paru-paru mereka dapat menyebabkan konstriksi bronkus, edema, dan hipersekresi mukus yang semuanya adalah ciri-ciri asma. Kemungkinan penurunan asma kepada anak yang mempunyai orang tua yang mempunyai RPD asma sebesar 60% - 80%, sedangkan apabila ibu saja yang mempunyai riwayat asma kemungkinan penurunan asma secara herediter kurang lebih 58 %. (Sundaru, 2007; Boedina, 2003)

Bronkitis Kronik danEmfisema
Meskipun bronkitis kronik dan emfisema merupakan dua proses yang berbeda, tapi keduanya sering ditemukan bersama-sama pada penderita PPOK. Temuan patologis utama pada bronkitis kronik adalah hiperytofi kelenjar mukosa bronkus dan peningkatan jumlah dan ukuran sel goblet. Emsfisema memiliki dua bentuk yang palingb penting sehubungan dengan PPOK.Emfisema sentrilobuler, secara selektif hanya menyerang bagian bronkiolus respiratorius dan duktus alveolaris. Enfisema panlobular, merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, alveolus yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran dan kerusakan secara merata. (Wislaon, 2005)


READ MORE - Penyakit paru obstruksi kronik (PPOK)

Sesak Napas

Pada kesempatan kali ini kita dihadapkan dengan seorang perempuan 20 tahun merasakan batuk yang tidak berkurang sejak 3 hari yang lalu. Batuk yang dirasakan mula-mula tidak disertai dahak akan tetapi sejak pagi tadi berdahak, bahkan mendadak jadi sesak napas. Selain itu penderita juga mengalami demam. Sebelumnya penderita membersihkan rak buku ayahnya yang penuh debu. Pada pemeriksaan auskultasi ditemukan wheezing yang jelas. Dokter tersebut ingat bahwa kakak pasien menunjukkan gambaran honeycomb appearance. Tetapi tidak ada wheezing. Dokter lalu memberi 2 macam obat yang fungsinya berbeda.

Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah. Munculnya dahak ini kemungkinan akibat penumpukan mukus yang tidak dapat dibersihkan oleh silia dari cavum nasi. Jika mukus itu diperiksa secara mikroskopis maka akan terlihat apa penyebab dari mukus ini. Sesak napas terjadi akibat adanya sumbatan pada tractus respiratorius akibat penyumbatan mukus tadi. Wheezing terjadi setelah adanya penyumbatan tersebut. Udara yang keluar akan memiliki volume yang kecil sekali.
Pada kasus ini penulis cenderung untuk membuat hipotesis bahwa si anak mengalami asma bronkial. Hal ini dapat dilihat dari data bahwa sebelumnya si anak membersihkan lemari ayahnya yang berdebu. Debu adalah sebuah alergen yang dapat memicu terjadinya alergi (reaksi hipersensitivitas tipe I) yang akan berlanjut pada adanya spasme dari otot tractus respiratorius sehingga sulit bernapas. Alergi juga akan merangsang sel Goblet untuk mensekresi mukus lebih banyak. Selain debu faktor pendukung hipotesis penulis adalah ia demam. Demam kemungkinan dia terinfeksi oleh mikrorganisme.
Penyakit kakak penderita kemungkinan adalah fibrotic pulmo yang berlanjut pada bronkiektasis. Hal ini disimpulkan dari gambaran radiologi yang jelas yaitu honey comb apperance. Penyakit ini diakibkan oleh genetik ataupun didapat. Tapi melihat bahwa adik kandungnya juga terkena memunculkan ide bahwa itu diturunkan secara genetik.
Penatalaksanaannya adalah secaras symptomatis dan kausatif seperti yang dilakuakn dokter tersebut. Kali ini penulis tidak dapat memberi diagnosis akibat kekurangan data


READ MORE - Sesak Napas

Bronkiektasis

Bronkiektasis adalah penyakit yang ditandai dengan adanya dilatasi (ektasis) dan distorsi bronkus lokal yang bersifat patologis dan berjalan kronik persisten atau ireversibel. Kelainan bronkus itu sisebabkan oleh perubahan-perubahan dalam dinding bronkus berupa destruksi elemen-elemen elastis, otot-otot polos bronkus, tulang rawan dan pembuluh-pembuluh darah. Bronkus yang terkena umumnya adalah bronkus kecil (medium size), sedangkan bronkus besar umumnya jarang. Etiologinya belum diketahui secara pasti tapi pada kenyataannya kasus-kasu bronkiestasis dapat timbul secara kongenital maupun didapat. Pada kelainan kongenital terjadi sejak dalam kandungan pada didapat terjadi akibat infeksi atau obstruksi bronkus akibat korpus alienum, ca bronkus, dll. Perubahan yang terjadi antara lain perubahan dinding bronkus berupa inflamasi dan fibrosis. Gambaran radiologis khas untuk bronkiektasis biasanya menunjukkan kista-kista kecil dengan fluid level, mirip seperti gambran sarang tawon (honey comb appearance). (Rahmatullah, 2007)
READ MORE - Bronkiektasis

Dispnea

Dispnea adalah keluhan yang sering memerlukan penanganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya sendiri dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bisa membaik sendiri: yang membutuhkan bantuan napas yang serius sampai yang fatal. Pasien dengan sesak napas biasanya memiliki satu dari keadaan ini yaitu: (1) penyakit kardiovaskular, (2) emboli paru, (3) penyakit paru interstisial atau alveolar, (4) gangguan dinding dada atau otot-otot, (5) penyakit obstruktif paru, (6) kecemasan. Sumber penyebab dispnea termasuk (1) reseptor mekanik pada otot pernapasan, paru, dan dinding dada, (2) kemoreseptor untuk tegangan CO2 dan O2, (3) peningkatan kerja pernapasan yang mengakibatkan rasa sesak, dan (4) ketidakseimbangan antara kerja pernapasan dengan kapasitas ventilasi. (Wilson, 2005; Amin, 2007)
READ MORE - Dispnea

Batuk

Batuk merupakan refleks pertahanan yang timbul akibat iritasi percabangan trakeobronkial. Kemampuan untuk batuk merupakan mekanisme yang penting untuk membersihkan saluran napas bagian bawah, dan banyak orang dewasa normal yang batuk beberapa kali untuk membersihkan trakea dan faring dari sekret yang terkumpul selama tidur. Batuk juga merupakan gejala tersering penyakit pernapasan. Patofisiologinya adalah rangsangan apapun baik yang berupa mekanik ataupun infeksi mengakibatkan otot-otot inspirasi berkontraksi maksimal yang mengakibatkan penaikan tekanan di rongga torak secara tiba-tiba. Kenaikan ini kemudian diimbangi oleh respon tubuh mendorong udara tersebut keluar sehingga volume udara yang besar itu membawa keluar partikel-partikel tersebut. (Wilson, 2005)
READ MORE - Batuk

Asma bronkial

Dari waktu ke waktu definisi asma terus mengalami perubahan. Definisi asma ternyata tidak mempermudah membuat diagnosis asma sehingga secara praktis para ahli berpendapat: asma adalah penyakit paru dengan karakteristik (1) obstruksi saluran napas yang reversible; (2) Inflamasi saluran napas; (3) Reaksi hipersensitivitas. Asma terjadi karena keluarnya mediator-mediator kimiawi dari granula mastosit di paru-paru, yang antara lain berisi tryptase yang terbukti menyebabkan respon berlebihan pada bronkhus dan chymase yang dapat merangsang peningkatan sekresi mukus oleh bronkus. Keduanya (termasuk dalam protease) juga dapat merombak (menghancurkan) peptida intestinal vasoaktif yang merupakan mediator relaksasi bronkus. Mastosit juga menghasilkan histamin yang menginduksi prostaglandin dan leuktrien yang dapat mengakibatkan edema. Jadi pada paru-paru mereka dapat menyebabkan konstriksi bronkus, edema, dan hipersekresi mukus yang semuanya adalah ciri-ciri asma. Kemungkinan penurunan asma kepada anak yang mempunyai orang tua yang mempunyai RPD asma sebesar 60% - 80%, sedangkan apabila ibu saja yang mempunyai riwayat asma kemungkinan penurunan asma secara herediter kurang lebih 58 %. (Sundaru, 2007; Boedina, 2003)
READ MORE - Asma bronkial

Fisiologi Pernapasan

Tujuan dari pernapasan adalah untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan membuang karbon dioksida. Untuk mencapai tujuan ini, pernapasan dapat dibagi menjadi empat peristiwa fungsional utama: (1) ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara dalam atmosfir; (2) difusi oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah; (3) transpor oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan tubuh ke dan dari sel; (4) pengaturan ventilasi dan hal-hal lain dari pernapasan. (Guyton, 1997)

Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara: (1) diafragma bergerak turun naik untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada, dan (2) depresi dan elevasi costae untuk memperbesaratau memperkecil diameter anterioposterior cavitas thoracis. Adanya kenaikan volume ini akan mengakibatkan penurunan tekanan intrapulmonal sehingga udara akan mengalir dari tekanan tinggi (atmosfer) ke tekanan rendah (paru-paru). Akibat dari mengalirnya udara timbul suatu tegangan yang dinamakan tegangan permukaan. Agar menjaga alveolus tetap dapat mengembang dipelukan surfaktan yaitu sebuah bahan aktif permukaan yang dapat menurunkan tegangan permukaan. (Guyton, 1997)


READ MORE - Fisiologi Pernapasan

Anatomi dan Histologi Saluran Pernapasan

Saluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkiolus. Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus dilapisi oleh membrana mukosa bersilia. Ketika masuk vestibulum nasi udara disaring, dihangatkan, dan dilembabkan oleh mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertigkat, bersilia, dan bersel goblet. Permukaan epitel diliputi oleh cairan mukus. Gerakan silia mendorong mukus ke posterior di dalam rongga hidung dan ke superior pada sistem pernapasan bawah menuju ke faring. Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Selanjutnya menuju glotis dan akan bermuara di trakea. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Trakea akan bercabang yang dinamakan bifurcatio trachealis dimana pada percabangan tersebut ada bangungan yang bernama carina. Percabangan itu akan berlanjut sebagai bronkus primarius dexter et sinister yang akan kembali bercabang menjadi bronkus sekundus atau bronkus lobaris. Bronkus lobaris akan bercabang menjadi bronkus tertius atau segmentalis yang akan berlanjut menjadi bronkiolus terminalis. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, dan sakus alveolaris terminalis. Terdapat dua tipe sel alveolar : pneumosit tipe I, merupakan lapisan tipis yang menyebar dan menutupi lebih dari 90% daerah permukaan, dan pneumosit tipe II yang bertanggung jawab atas sekresi surfaktan. (Wilson, 2005)
READ MORE - Anatomi dan Histologi Saluran Pernapasan

Osteoarthritis (OA)

Pada kasus kali ini diinformasikan bahwa seorang perempuan, kuli bangunan ,(60 th) mengeluh nyeri sendi lutut kiri. Hal ini timbul-hilang selama dua tahun dan diperberat dengan jalan dan naik tangga. Hasil pemeriksaan fisik, darah, dan x foto rontgent didapatkan: tanda radang, keterbatasan ROM, osteofit, BMD mengarah osteoporosis, CRP meningkat, dan Rematoid faktor negatif. Penderita diberi terapi obat osteoarthritis dan osteoporosis.

Ketika melihat hasil pemeriksaan fisik, hipotesis yang terlintas adalah penderita menderita osteoarthritis . Hipotesis ini didukung oleh nyeri pada sendi lutut yang merupakan penopang berat tubuh, keterbatasan ROM, timbulnya osteofit, dan CRP yang meningkat.
Tulang rawan hialin adalah jaringan elastis yang berfungsi sebagai bantalan dimana tulang bertemu dan bergerak. Dengan adanya bantalan tersebut maka tidak akan terasa sakit saat menggerakan persendian. Apabila kerusakan tulang rawan hialin lebih cepat dari pembentukannya akan terjadi penipisan tulang rawan dan kehilangan minyak sinovial yang akan membuat nyeri ketika tulang bersentuhan. Kerusakan tulang rawan yang terjadi menyebabkan perubahan pada sendi dan tulangnya sehingga apabila terjadi gesekan, lama-kelamaan permukaan sendi akan menjadi aus dan terjadi kompensasi tubuh dimana terbentuk tulang baru yang disebut osteofit. Namun, osteofit ini malah membuat sendi menjadi kaku sehingga terjadi keterbatasan ROM.
Seperti dicantukan pada skenario, didapatkan tanda radang dan peningkatan CRP. Osteoarthritis memang bukan merupakan peradangan, namun tanda-tanda peradangan pada osteoarthritis timbul sebagai proses perjalanan suatu penyakit, bukan merupakan penyebab primer dari osteoarthritis. Sedangkan, CRP merupakan protein fase akut yang timbul akibat proses inflamasi. Pada kasus kali ini terjadi peningkatan CRP yang mengindikasikan terjadinya proses inflamasi. Pada osteoarthritis, biasanya terjadi peradangan sinovial.
Pada orang dewasa terdapat suatu keseimbangan dinamis antara pembentukan dan penyerapan tulang. Osteoporosis timbul jika keseimbangan ini bergeser ke arah penyerapan tulang oleh osteoklas. Diketahui bahwa sel stroma dan osteoblas mensintesis dan mengekspresikan pada membran selnya suatu anggota family TNF yang disebut ligan RANK. Ligan RANK berikatan dengan suatu molekul reseptor yang dikenal dengan singkatan RANK. Ligan RANK dihasilkan olrh osteoblas dan sel stroma, reseptornya (RANK) diekspresikan oleh makrofag. Apabila ligan RANK pada osteoblas dan stroma bertemu dengan reseptor RANK pada makrofag, akan terjadi perubahan makrofag menjadi osteoklas. Jadi, pengaktifan reseptor RANK merupakan stimulus utama terjadinya resorpsi tulang. Aktivitas jalur ligan RANK-RANK diatur oleh sebuah molekul yang disebut osteoprotegerin (OPG), yang juga disekresikan oleh sel stroma/ osteoblas. OPG merupakan reseptor pengikat yang dapat mengikat ligan RANK sehingga tidak dapat berikatan dengan reseptor RANK, sehingga secara tidak langsung mengganggu fungsi penyerapan tulang. Disregulasi RANK, ligan RANK, dan OPG adalah faktor utama dalam patogenesis osteoporosis. Ketiga hal ini diatur oleh banyak hal, salah satunya adalah oleh estrogen. Estrogen merangsang pembentukan OPG sehingga menghambat pembentukan osteoklas serta menumpulkan responsivitas prekursor osteoklas terhadap ligan RANK. Selain itu penurunan estrogen juga menyebabkan peningkatan produksi IL-1 dan TNF yang merangsang pembentukan ligan RANK dan macrophage colony – stimulating factor. Pada kasus kali ini, osteoporosis yang terjadi dikarenakan faktor usia lanjut dimana kadar estrogen yang menurun, jumlah osteoklas yang meninggi, dan penggunaan kortikosteroid jangka panjang.
Osteoporosis adalah suatu penyakit multifaktor. Pengurangan tulang terkait usia, yang terutama disebabkan oleh penurunan pembentukan tulang, umum terjadi pada semua bentuk osteoporosis generalisata primer. Pada perempuan pasca menopause, pengurangan ini diperparah dengan peningkatan resorpsi tulang, serta oleh penurunan lebih lanjut sintesis tulang akibat berkurangnya kadar estrogen. Oleh karena itu, pada osteoporosis terjadi, baik penurunan pembentukan tulang maupun peningkatan kehilangan tulang. Meskipun kedua faktor ini berperan pada sebagian besar kasus osteoporosis, kontribusi relatif masing-masing terhadap pengurangan tulang mungkin berbeda-beda, bergantung pada usia, jenis kelamin, status gizi, dan pengaruh genetik (Kumar, 2007).


READ MORE - Osteoarthritis (OA)

Osteoarthritis (OA)

Osteoarthritis merupakan gangguan pada sendi yang bergerak, bersifat kronik, ditandai deteriorasi dan abrasi rawan sendi dan adanya pembentukan tulang baru pada permukaan persendian. Gambaran dasar dari osteoarthritis adalah degenerasi tulang rawan sendi; perubahan struktural selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat sekunder. Pada sejumlah kasus, penyakit ini timbul tanpa faktor predisposisi yang jelas sehingga disebut primer. sebaliknya, osteoarthritis sekunder adalah perubahan degeneratif yang terjadi pada sendi yang mengalami deformitas atau degenerasi sendi sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolik tertentu seperti hemokromatis maupun DM (Kumar, 2007; Price, 2005).

Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan degeneratif pada osteoarthritis. Rawan sendi memiliki letak strategis, yaitu diujung-ujung tulang untuk melaksanakan dua fungsi: (1) menjamin gerakan yang hampir tanpa gesekan di dalam sendi, berkat adanya cairan sinovium; dan (2) di sendi sebagai penerima beban, menebarkan beban ke seluruh permukaan sendi sedemikian sehingga tulang di bawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami kerusakan. Kedua fungsi ini mengharuskan tulang rawan elastis dan memiliki daya regang yang tinggi. Kedua ciri ini dihasilkan oleh dua komponen utama tulang rawan: suatu tipe khusus kolagen (tipe II) dan proteoglikan, dan keduanya dikeluarkan oleh kondrosit. Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak statis; tulang ini mengalami pertukaran; komponen matriks tulang tersebut yang aus diuraikan dan diganti. Ketidakseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak saja mensintesis matriks, tetapi juga mengeluarkan enzim yang menguraikan matriks. Oleh karena itu, kesehatan kondrosit dan kemampuan sel ini memelihara sifat essensial matriks tulang rawan menentukan integritas sendi. Pada osteoarthritis proses ini terganggu.
Faktor genetik juga berperan dalam terjadinya osteoarthritis, terutama pada kasus yang mengenai tangan atau panggul. Gen-gen spesifik yang bertanggung jawab untuk ini belum teridentifikasi meskipun pada sebagian kasus diperkirakan terdapat keterkaitan dengan kromosom 2 dan 11. Risiko osteoarthritis meningkat setara dengan densitas tulang, dan kadar estrogen yang tinggi juga dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko osteoarthritis.
Osteoarthritis ditandai dengan perubahan signifikan baik dalam komposisi maupun sifat mekanis tulang rawan. Pada awal perjalanan penyakit, tulang rawan yang mengalami degenerasi memperlihatkan peningkatan kandungan air dan penurunan konsentrasi proteoglikan dibandingkan dengan tulang rawan sehat. Selain itu tampaknya terjadi perlemahan jaringan kolagen, mungkin karena penurunan sintesis lokal kolagen tipe II dan peningkatan pemecahan kolagen yang sudah ada. Kadar molekul perantara tertentu, termasuk IL-1, TNF, dan nitrat oksida, meningkat pada tulang rawan osteoarthritis dan tampaknya ikut berperan menyebabkan perubahan komposisi tulang rawan. Apoptosis juga meningkat, mungkin menyebabkan penurunan jumlah kondrosit fungsional. Secara keseluruhan, perubahan ini cenderung menurunkan daya regang dan kelenturan tulang rawan sendi. Sebagai respons terhadap perubahan regresif ini, kondrosit pada lapisan yang lebih dalam berproliferasi dan berupaya memperbaiki kerusakan dengan menghasilkan kolagen dan proteoglikan baru. Meskipun perbaikan ini pada mulanya mampu mengimbangi kemerosotan tulang rawan, sinyal molekuler yang menyebabkan kondrosit lenyap dan matriks ekstrasel berubah akhirnya menjadi predominan. Faktor yang menyebabkan pergeseran dari gambaran reparatif menjadi degeneratif masih belum diketahui.


READ MORE - Osteoarthritis (OA)

Histologi, Anatomi, Fisiologi dari Sendi (Articulatio)

Sendi merupakan tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Sendi dapat dibagi menjadi tiga tipe, yaitu: (1) sendi fibrosa dimana tidak terdapat lapisan kartilago, antara tulang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa, dan dibagi menjadi dua subtipe yaitu sutura dan sindemosis; (2) sendi kartilaginosa dimana ujungnya dibungkus oleh kartilago hialin, disokong oleh ligament, sedikit pergerakan, dan dibagi menjadi subtipe yaitu sinkondrosis dan simpisis; dan (3) sendi sinovial. Sendi sinovial merupakan sendi yang dapat mengalami pergerakkan, memiliki rongga sendi dan permukaan sendinya dilapisi oleh kartilago hialin. Kapsul sendi membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, tidak meluas tetapi terlipat sehingga dapat bergerak penuh. Sinovium menghasilkan cairan sinovial yang berwarna kekuningan, bening, tidak membeku, dan mengandung lekosit. Asam hialuronidase bertanggung jawab atas viskositas cairan sinovial dan disintesis oleh pembungkus sinovial. Cairan sinovial mempunyai fungsi sebagai sumber nutrisi bagi rawan sendi. Jenis sendi sinovial : (1) Ginglimus : fleksi dan ekstensi, monoaxis ; (2) Selaris : fleksi dan ekstensi, abd & add, biaxila ; (3) Globoid : fleksi dan ekstensi, abd & add; rotasi sinkond multi axial ; (4) Trochoid : rotasi, mono aksis ; (5) Elipsoid : fleksi, ekstensi, lateral fleksi, sirkumfleksi, multi axis. Secara fisiologis sendi yang dilumasi cairan sinovial pada saat bergerak terjadi tekanan yang mengakibatkan cairan bergeser ke tekanan yang lebih kecil. Sejalan dengan gerakan ke depan, cairan bergeser mendahului beban ketika tekanan berkurang cairan kembali ke belakang. (Price, 2005; Azizi, 2004).

Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu : (1) tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian; (2) tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan (3) tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang. Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban pada sendi sinovial. Rawan sendi tersusun oleh kolagen tipe II dan proteoglikan yang sangat hidrofilik sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang kuat. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau penambahan usia (Wilson, 2005; Laboratorium histologi FK UNS, 2008)


READ MORE - Histologi, Anatomi, Fisiologi dari Sendi (Articulatio)

Osteomielitis

Pada skenario kali ini didapati seorang lelaki (20 th) diduga menderita infeksi bakteri piogenik dengan keluhan pyrexia, rubor, dolor, dan sinus pada tungkai bawah. Dua tahun lalu ada riwayat kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. Pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas, scar tissue, sinus dengan discharge seropurulen, dan ekskoriasi sekitar sinus. Pada plain foto didapatkan penebalan periosteum, bone resorpsion, sklerosis sekitar tulang, involucrum, skuester, dan angulasi tibia-fibula. Pasien didiagnosis osteomielitis

Dengan adanya gejala- gejala seperti pyrexia, rubor, dan dolor mengarahkan hipotesis ke arah infeksi bakteri piogenik. Hipotesis ini diperkuat dengan adanya riwayat fraktur terbuka dua tahun yang lalu. Kemungkinan pasien terkontaminasi kuman terjadi ketika terjadi fraktur terbuka yang mungkin tidak ditangani secara steril oleh dukun tulang. Kuman dapat memasuki tulang melalui jalur hematogen, penularan langsung dari tempat infeksi, atau melalui luka tusuk (Harrison, 1999). Fagosit berusaha mengatasi infeksi dan dalam prosesnya akan melepaskan enzim yang melisiskan tulang. Selain itu, fagosit juga akan melepaskan zat-zat seperti bradikinin, histamin, dan sebagainya yang akan menimbulkan manifestasi seperti pyrexia, rubor, dan dolor. Selain itu, naiknya tekanan dalam tulang juga akan menimbulkan rasa nyeri. Pus yang terbentuk menyebar ke dalam saluran pembuluh darah, meningkatkan tekanan dalam tulang dan mengganggu aliran darah, setelah itu akan terbentuk sinus yang akan mengalirkan discharge seropurulen keluar dari daerah infeksi, sinus ini akan membuka untuk mengalirkan discharge lalu menutup kembali. Apabila infeksi yang terjadi tidak ditangani dengan baik maka akan terjadi osteomielitis kronik. Osteomielitis diklasifikasikan menjadi osteomielitis akut dan osteomielitis kronik. Nekrosis tulang akibat iskemi menyebabkan pemisahan fragmen tulang yang tidak mendapat vaskularisasi sehingga timbullah yang dinamakan dengan skuester. Jika nanah menembus korteks, subperiosteum, atau jaringan lunak akan membentuk abses dan periosteum yang terangkat mengendapkan tulang baru (involukrum) disekitar skuestrum. Hal ini pula yang mengakibatkan terjadinya gambaran penebalan periosteum.
Deformitas tulang yang terjadi dapat diakibatkan teknik penyambungan tulang yang salah oleh dukun tulang sehingga pada akhirnya terjadi angulasi tibia dan fibula. Bone resorpsion terjadi akibat reaksi inflamasi yang disebabkan oleh adanya fraktur membuat pH darah menjadi asam sehingga kalsium larut dalam darah. Ekskoriasi sekitar sinus terjadi akibat proses penyembuhan luka yang mengeluarkan zat-zat tertentu yang dapat membuat rasa gatal sehingga terjadi luka garuk. Sklerosis sekitar tulang terjadi akibat penambahan jaringan ikat pada angulasi tibia dan fibula.
Pada penderita osteomielitis akut dapat dilakukan penatalaksanaan seperti pemberian antibiotik adekuat sampai dengan tindakan pembedahan. Faktor risiko terjadinya osteomielitis adalah pada orang dengan gangguan sistem imun, obat imunosupresif, fraktur terbuka, penggunaan obat intra vena, neuropati, dan penyakit sickle cell (Anonim, 2004). Pada kasus ini hasil pemeriksaan plain foto telah dapat membantu menegakkan diagnosis sehingga tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang lain, kecuali pada persiapan sebelum pembedahan.


READ MORE - Osteomielitis

Histologi dan Fisiologi Tulang

Tulang adalah organ vital yang berfungsi utnuk gerak pasif, proteksi alat-alat di dalam tubuh, pembentuk tubuh, metabolisme kalsium dan mineral, dan organ hemopoetik. Sebagaimana jaringan pengikat lainnya, tulang terdiri dari komponen matriks dan sel. Matriks tulang terdiri dari serat-serat kolagen dan protein non-kolagen. Sedangkan sel tulang terdiri dari osteoblas, oisteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteosid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang memegang peranan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki aliran darah, dengan demikian maka kadar fosfatase alkali di dalam darah dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker ke tulang. Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorbsi. Tidak seperti osteoblas dan osteosit, osteoklas mengikis tulang. Sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulan90g sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah. (Setyohadi, 2007; Wilson. 2005; Guyton. 1997)
READ MORE - Histologi dan Fisiologi Tulang

Anatomi Tulang

Pembagian tulang:
1. Menurut morfologi/bentuk:
a. Os longum : tulang panjang, ex: humerus, radius, dll
b. Os breve : tulang pendek, ex: ossa carpalia, tarsalia
c. Os planum : tulang pipih, ex: sternum, scapula, dll
d. Os pneumaticum : bentuk lembaran ex: os ethmoidale, os maxilla
e. Os irreguler : bentuk tidak teratur, ex: os vertebra

2. Menurut lokasi:
a. Skeleton Humanum
 Skeleton axiale:
 Cranium
 Skeleton trunci
 Columna vertebralis, costae, sternum
 Skeleton appendiculare
 Cingulum membri superioris : os clavicula dan os scapula
 Cingulum membri inferioris: os coxae
 Pars libera membri superioris: humerus, radius, ulna, ossa carpalia, ossa metacarpalia, ossa digitorum mani
 Pars libera membri inferioris: femur, tibia, fibula, patella, ossa tarsalia, ossa metatarsalia, digitorum pedis
b. Os sessamoidea : ossa warmian, patella
Os longum dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: epiphysis proksimal, diafisis yang berkekuatan besar, dan epiphysis distal. Diantara epiphysis dan diaphysis proksimal terdapat diskus epiphisis yang akan hilang pada usia dewasa. Pada os longum terdapat pula metafisis yang mengandung sel hemopoietik dan berfungsi menopang sendi. Pada persendian tulang dapat ditemukan kartilago (Azizi, 2004; Wilson, 2005).


READ MORE - Anatomi Tulang

Tulang Rawan (Kartilago)

Tulang rawan merupakan jaringan pengikat padat khusus yang terdiri atas sel kondrosit, dan matriks. Matrriks tulang rawan terdiri atas sabut-sabut protein yang terbenam di dalam bahan dasar amorf. Berdasarkan atas komposisi matriksnya ada 3 macam tulang rawan, yaitu : (1) tulang rawan hialin, yang terdapat terutama pada dinding saluran pernafasan dan ujung-ujung persendian; (2) tulang rawan elastis misalnya pada epiglotis, aurikulam dan tuba auditiva; dan (3) tulang rawan fibrosa yang terdapat pada anulus fibrosus, diskus intervertebralis, simfisis pubis dan insersio tendo-tulang. ( Laboratorium histologi FK UNS, 2008)
READ MORE - Tulang Rawan (Kartilago)

Jaringan Pengikat

Jaringan pengikat secara embriologis berasal dari jaringan mesenchyme yang dihasilkan oleh sel-sel mesenchyme dari bagian mesoderm. Secara mekanis menjadi media penghubung antar sel-sel dan organ-organ tubuh. Jaringan pengikat berfungsi memberi dan mempertahankan bentuk tubuh, medium pertukaran nutrisi dan sisa metabolisme antara sel-sel dan pembuluh darah, dan menjadi reservoir bagi hormon yang diperlukan bagi pertumbuhan dan diferensiasi sel.
Klasifikasi jaringan Pengikat
1. Jaringan pengikat embrional :
a. Jaringan pengikat mesenkimal (embrio)
b. Jaringan pengikat gelatinosa (funikulus umbilikalis)
2. Jaringan pengikat yang sebenarnya :
a. Jaringan pengikat longgar
b. Jaringan pengikat padat :
- Teratur : kolagen, elastis
- Tidak teratur
c. Jaringan pengikat khusus :
- Jaringan lemak
- Jaringan retikuler
- Jaringan pigmen
d. Jaringan penyokong :
- Tulang rawan (kartilago)
- Tulang

READ MORE - Jaringan Pengikat