Sabtu, 22 Desember 2007

Hemofilia

Skenario tutorial kali ini membahas mengenai anak yang ingin disunat tetapi memiliki riwayat hemofili dari kakek pihak ibu. Dikhawatirkan anak tersebut, pada saat sunat, pendarahannya tidak dapat berhenti. Untuk membahas masalah ini kita mulai dari definisi hemofilia. Hemofilia adalah kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah dan pendarahan abnormal (Dorland. 2006). Hemofilia dapat diklasifikasikan menjadi hemofilia A (disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan VIII), B (disebabkan oleh defisiensi faktor pembekuan IX), dan C (defisiensi faktor XI). Terjadinya defisiensi faktor pembekuan VIII karena mutasi gen F8 pada kromosom Xq28. Defisiensi faktor IX karena gen F9 pada kromosom Xq27.1-q27.2. Sedangkan defisiensi faktor IX karena mutasi pada kromosom 4q32q35.

Diagram pewrisan hemofili adalah sebagai berikut :

XHX... XhY (Kakek; penderita hemofilia)

XHY (Ayah) XHXh (Ibu; carrier)

XHXH XHXh XHY XhY

Dari diagram dapat kita lihat bahwa keturunannya adalah anak perempuan normal, anak perempuan carrier, anak laki-laki normal, dan anak laki-laki hemofilia. Jadi probabilitas untuk anak-laki menderita hemofilia adalah 50 %. Untuk patogenesis dan patofisiologi sudah dicantumkan pada tinjauan pustaka.
Gejala dari hemofilia antara lain mengalam perdarahan, hematosis (pendarahan sendi) berulang yang dapat mengakibatkan lumpuh, hematom pada sub cutan dan intramuscular, hematoria (darah dalam urin). Gejala lainnya adalah mismisan, bibir dan mulut mudah berdarah,perdarahan yang tidak berhenti pada operasi. Pada hemofilia tes penunjanggnya antara lain : Complete set of blood test yang terdiri dari CBC (complete Blood Count), Protombin Time (nilai normal : 11-16s), activated partial tromboplastin time (aPTT) ; pengecekan level faktor VIII dan IX; Diagnosis prenatal yang diambil dari biopsy villi chorionic dan cairan amnion; diagnosis genetic preimplantasi; analisis genetic ; tes pembentukan tromboplastin; tes ristosetin (menghitung rasio VIIIC, VIIIAHG, vW).
Penatalaksanaan meliputi :
a. Supportive
- menghindari luka
- merencanakan suatu kehendak operasi
- RICE (Rest ice compression Elevation)
- Pemberian kortiko steroid
- Pemberian analgetika
- Rehabilitasi medik
b. Penggantian factor pembekuan
Pemberian factor VIII/IX dalam bentuk rekombinan konsentrat maupun komponen darah
c. Terapi gen
d. Lever transplantation
e. Pemberian vitamin K; menghindari aspirin, asam salisilat, AINS, heparin
f. Pemberian rekombinan factor VIII
g. Pada pembedahan (dengan dosis kg/berat badan)
FAktor VIII dalam bentuk recombinate dan coginate
Factor IX dalam bentuk mononine dengan dosis kg/berat badan


READ MORE - Hemofilia

PCR

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengisolasi DNA genom yang berasal dari darah sapi segar. Selanjutnya hasil dari isolasi tersebut akan diimplifikasikan dengan teknik in- vitro menggunakan PCR (Polimerase Chain Reaction) sehingga menghasilkan fragmen DNA spesifik sesuai dengan yang kita inginkan dalam jumlah banyak dan waktu singkat. Hasil dari PCR tersebut dapat diperiksa dengan proses elektroforesis dan dilihat di bawah paparan sinar UV untuk mengetahui ukuran dari DNA genom yang berasal dari darah sapi tersebut.

Proses pertama yang dilakukan adalah mengisolasi DNA genom dari sapi. Pada mamalia, DNA berada pada sel darah putih sehingga untuk mengisolasinya dapat dilakukan dengan sentrifugasi berulang. Langkah pertama yang dilakukan ialah mengambil sampel darah yang kemudian dimasukkan ke dalam tabung eppendorf dan ditambahkan cell lysis solution ke dalamnya. Solution ini berfungsi untuk melisiskan sel darah merah. Setelah didapatkan pellet sel darah putih dari sentrifugasi, langkah selanjutnya ialah menambahkan nuclei lysis solution untuk melisis inti sel darah putih. Setelah itu ditambahkan protein precipitation solution untuk mengendapkan protein serta sisa-sisa sel yang tidak terpakai. Kemudian disentrifugasi, supernatan dipindahkan pada tabung eppendorf baru dan tambahkan isopropanol hingga terbentuk benang-benang putih DNA. Sentrifugasi kembali dan ditambahkan etanol 70%. Isopropanol dan etanol 70% ini berfungsi untuk menarik molekul air dari DNA sehingga DNA dapat mengendap. Setelah disentrifugasi, supernatan dibuang, tarik sisa etanol dengan pipet, dan kering-udarakan pellet selama 10-15 menit sampai pellet berwarna putih. Setelah itu, tambahkan DNA rehydration solution pada tabung untuk proses rehidrasi pada DNA dan inkubasikan semalam pada suhu 4C agar proses tersebut berjalan sempurna.
Selanjutnya dilakukan PCR untuk mengamplifikasi DNA. Pada praktikum ini, yang diamplifikasi ialah intron III dan IV dari hormon pertumbuhan sapi. Teknik PCR ini melalui tiga tahap yaitu denaturasi, annealing primer, dan ekstensi.
Teknik PCR ini diawali dengan memasukkan DNA template yang berasal dari isolasi DNA genom darah sapi sebanyak ke dalam tabung. Kemudian ditambahkan sepasang primer yang berfungsi untuk memperbanyak sekuens. Kedua primer tersebut ialah GH5 sebagai primer forward dan GH6 sebagai primer reverse.
GH5 : 5’ – AGAATCAGGCCCAGCAGAAATC – 3’
GH6 : 5’ – GTCGTCACTGCGCATGTTTG – 3’
Langkah selanjutnya adalah menambahkan dNTP mix yang terdiri dari dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP. Kemudian ditambahkan Taq Polymerase, ddH2O, dan Taq buffer untuk arus listrik. Untuk meningkatkan spesifikasi DNA ditambahkan MgCl2.
Tabung yang berisi berbagai larutan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam mesin PCR. Untuk denaturasi awal dilakukan hot start pada suhu 94C selama 5 menit agar DNA terdenaturasi sempurna. Kemudian diikuti dengan 30 siklus dengan tiap siklus melalui tahapan denaturasi pada suhu 94C selama 45 detik, annealing pada suhu 60C selama 45 detik, dan ekstensi pada suhu 72C selama 1 menit. Pada akhir proses ini ditambahkan proses ekstensi selama 5 menit untuk memastikan seluruh proses ekstensi telah selesai.
Hasil pelipatgandaan DNA dari proses PCR kemudian dapat dilihat dengan proses elektroforesis. Dengan elektroforesis, DNA hasil PCR dapat diketahui ukurannya. Pada praktikum kali ini, jenis elektroforesis yang digunakan ialah elektroforesis zona yaitu menggunakan media penunjang yaitu agrose, suatu polisakarida yang dapat melewatkan molekul-molekul besar. Elektroforesis yang dilakukan ialah sistem horizontal. DNA yang bermuatan negatif akan bergerak ke arah kutub positif melalui molekul-molekul agarose.
Proses elektroforesis diawali dengan pembuatan gel sebagai medianya yaitu agarose dilarutkan ke dalam TAE 10 X 50 mL yang telah dibuat sebelumnya yang terdiri dari Tris Base 24,2 gr, asam asetat glacial 5,31 mL, EDTA 0,5 mM 10 mL. EDTA merupakan salah satu komposisi pembentukan gel dan buffer yang berfungsi sebagai salah satu alat bantu untuk mengalirkan DNA sampel pada buffer. Kemudian tambahkan ethidium bromida (EtBr) yaitu pewarna yang dapat menyisip atau interkalasi diantara basa DNA pada dua utas DNA yang berlainan sehingga pada saat dibawah paparan sinar UV dapat berpendar. Setelah itu, tuangkan ke dalam cetakan lalu dibiarkan pada suhu kamar sampai mengeras.
Sampel DNA yang akan dielektroforesis dicampur dengan loading buffer, yang terdiri dari sukrosa sebagai pemberat agar sampel dapat tenggelam ke dasar gel dan tidak melayang ke luar dan pewarna yang menandai kemajuan proses elektroforesis dan menentukan kapan saatnya harus menghentikan proses yaitu Bromophenol blue (4 kbp), Xylene cyanol (100 bp), dan Orange G (50 bp), dan kemudian diletakkan pada parafilm sebelum ditaruh di sumur-sumur gel. Setelah itu, masukkan juga DNA ladder sebagai marker DNA. Kemudian tutup tanki, sambungkan dengan sumber listrik (120 V), dan tunggu hingga penanda laju migrasi sampai di bagian bawah gel.
Hasil elektroforesis yang dilihat di bawah paparan sinar UV menunjukkan bahwa terbentuk band pada keempat sumuran. Namun masing-masing fragmen mempunyai ukuran sama dan berbeda. Pada sumuran 1, 2, dan 4 ukuran fragmen yang ditunjukkan adalah sama yaitu 223 bp. Sedangkan pada sumuran ke-3 ukuran fragmen berbeda dengan lainnya yaitu 171 bp.


READ MORE - PCR

Minggu, 02 Desember 2007

Tinjauan Pustaka Mikrosefali

A. Prevalensi Mikrosefali (www.healthscout.com)
Kasus mikrosefali yang disebabkan faktor genetik terjadi pada 1 dari 30000 sampai 50000 kelahiran, sedangkan yang disebabkan faktor lainnya terjadi pada satu dari 50000 kelahiran.



B. Klasifikasi fenotip dari Mikrosefali
Secara garis besar mikrosefali dibagi menjadi tiga, yaitu :
1. Mikrosefali yang berdasarkan penutupan sutura yang prematur (kraniosinostosis)

2. Mikrosefali primer : disebabkan oleh kelainan genetik.
Dibagi atas :
1. Microcephalyvera (genetic)

2. Mikrosefali terjadi karena kesalahan kromosom
1) Syndrome Down (trisomi 21 = 47 xx/xy, +21)
Penyebab: terjadi non-disjuction pada mitosis. Akibat: retardasi mental, kelainan kraniofacial (wajah datar dengan lebar), gagal jantung hipotonik, tangan lebar.
2) Syndrome Edward (trisomi 18 = 47 xx/xy, +18)
Akibat: bibir sumbing, syndaktili, mikrognatia (rangka kecil), anomali ginjal, rahang bawah kecil, malformasi susunan rangka, oksiput menonjol, retardasi mental.
3) Syndrome Patau (trisomi 13)
Akibat: gagal tumbuh, polidaktili, tuli, retardasi mental, cacat mata, cacat jantung kongenital, palatoskisis.
4) Syndrome Cri du chat (46 xx/xy, 5p-)
Akibat: high pitch cry, retardasi mental, gejala gangguan pertumbuhan, letak mata berjauhan.

3. Sindrom dengan karyotype normal
1) Syndrom Seckel’s = kariotip normal, kesalahan pada lokus gen)
Akibat = bony defect (kerusakan tulang), joint dislocation (sendi dislokasi)
2) Rubinstein Syndrome = kariotip normal.
Akibat = jempol dan jari kaki lebar, hidung kecil, hipoplasia (jaringan tidak berkembang normal) maksila.
3) Smith-Lemli-Opitz = kariotip normal
Hipospadia, muntah-muntah, seizure, cryptorchidism
4) Cornellia de Lange
Anterverted nostrils, underweight, carpmouth, micromelia.

3. Mikosefali sekunder :
1. Konginetal infeksi
-rubella
-herpes simplex
-cytomegalovirus (CMV) TORCH penyakit intra uteri
-toksoplasmosis
-sifilis serta HIV
T: toksoplasmosis
O: other sifilis, HIV, AIDS, dll
R: Rubella
C: Cytomegalovirus (CMV)
H: Herpes simplex
2. Penyebab lain
1. Maternal Phenylketonuria
2. Obat-obatan,racun dan zat kimia berbahaya dapat menimbulkan fetalalkohol syndrome dan fetal hydantoin syndrome
3. Malnutrisi
4. Hypoxic-ischemic encephalophaty
5. Meningitis bacterial, viral encephalitis = infeksi perinatal
6. Pengaruh vaskular (hipoksia intra uterine atau neonatal)
7. Fetal stroke (stroke pada bayi sehingga otaknya ga berkembang), suplai darah mengalami penyumbatan.
8. Penyakit degeneratif = penyakit Tay-Sachs, Krabbe’s
9. Pengaruh metabolik = hipoglikemi, PKU, maple syrup urine disease

C. Masa Pertumbuhan Embrio (Medicastore)
Triwulan pertama masa embrio sangat penting, karena merupakan masa pembentukan organ dan beberapa organ telah mulai bekerja. Bila dalam masa ini pertumbuhan embrio dipengaruhi oleh obat, penyakit virus atau radiasi, maka akan terjadi perubahan pada organ yang sedang tumbuh tersebut yang selanjutnya akan menyebabkan kelainan bawaan. Dalam triwulan berikutnya janin lebih tahan, beberapa organ telah selesai pertumbuhannya. Pada masa ini terutama terjadi perkembangan fungsi dan panjang janin juga bertambah. Akhir bulan keempat panjang janin 35 cm (kira-kira 70% dari panjang badan bayi baru lahir). Selama triwulan terakhir, berat badan bertambah dengan cepat sekali dan terutama terdapat penambahan jaringan lemak di bawah kulit. Bayi lahir dengan berat rata-rata 3000 gram dan panjang badan 48 cm di Indonesia, sedangkan di negara maju berat badan rata-rata bayi baru lahir adalah 3300 gram dan panjang 50 cm.


READ MORE - Tinjauan Pustaka Mikrosefali

Mikrosefali ( microcephaly )

Skenario tutorial kali ini membahas mengenai janin yang diduga mengidap penyakit mikrosefali. Mikrosefali adalah pengecilan kepala yang abnormal, disertai dengan retardasi mental. Mikrosefali merupakan penyakit neurologi berupa cacat pertumbuhan otak secara menyeluruh akibat abnormalitas perkembangan dan proses destruksi otak selama masa janin dan awal masa bayi, ukuran kepala bayi lebih dari 3 standard deviasi dibawah rata-rata atau di bawah persentil ke-3 dibanding anak normal seusianya sesuai jenis kelamin dan umurnya. Klasifikasi mikrosefali dapat dibedakan menjadi tiga berdasarkan penyebabnya, yaitu akibat kraniosisnostosis, mikrosefali primer, dan sekunder. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian tinjauan pustaka bagian B.

Patogenesis dari penyakit ini tergantung dari klasifikasinya. Pada kesempatan kali ini penulis akan membahas mengenai patogenesis mikrosefali yang disebabkan gen MCPH (mikrosefali vera). Tubuh manusia memiliki gen yang digunakan untuk mengekspresikan sifatnya, salah satunya MCPH. Gen ini terdapat pada banyak kromosom dan dinamakan sesuai locinya. MCPH 1 terletak pada kromosom 8p, MCPH 2 pada kromosom 19q, MCPH 3 kromosom pada 9q, MCPH 4 pada kromosom 15q, MCPH 5 atau yang disebut ASPM terletak pada kromosom 1q. Gen MCPH berperan sebagai pengatur keseimbangan (homeostatis) pada saat neuron berpoliferasi. Mutasi pada gen ini akan menyebabkan apoptosis pada neuron yang mengakibatkan otak berkurang ukurannya. Khusus pada gen MCPH yang bertanggung jawab untuk mengkode protein yang berperan dalam pembentukan spindle pada saat mitosis, mutasinya dapat mempengaruhi perubahan arah spindle pada waktu mitosis sel otak yang mengakibatkan reduksi ukuran ukuran cortex cerebri.
Manifestasi klinis kepala kecil, tangisan melengking, kurang gizi, pertumbuhan terhambat, retardasi mental, hiperaktif (tangan dan kaki), kejang, perubahan atau deformitas tulang muka, retardasi psikomotor. Untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan tes-tes penunjang antara lain pengukuran lingkar kepala, sinar X, CT Scan (gold standard), MRI, blood test, urine test, USG, Lumbal fungsi, southern blot.Penatalaksanaannya terbatas pada simtomatik , misal : terjadi kejang diberi anti konvulsan, diberikan fisioterapi dan speech terapi, kekurangan hormon diberikan suplemen hormon, smith-lemli-opitz diberi suplemen kolesterol, PKU diet phenylalanine. Pencegahan dapat dilakukan dengan tindakan preventif berupa penyuluhan. Ditinjau dari segi etik, agama, dan hukum janin tersebut tidak dapat digugurkan karena usianya sudah 8 bulan. Mikrosefali merupakan penyakit keturunan yang dapat diturunkan secara dominan, resesif, new mutation, dan X-linked resesif (ditemukan individu mikrosefali hanya perempuan jika laki-laki bersifat letal yang mengacu pada incontia pigmenti)


READ MORE - Mikrosefali ( microcephaly )